Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta agar pelaku usaha sektor energi terbarukan, terutama panas bumi, mendetailkan aspek kebijakan fiskal yang masih menjadi hambatan.
Hal ini disampaikannya karena pelaku usaha menempatkan aspek kebijakan fiskal di posisi keempat – setelah harga jual, akses pembiayaan, dan kompleksitas perizinan – yang berisiko menghambat akselerasi industri energi panas bumi.
“Tadi disebutkan salah satu tantangannya adalah kebijakan fiskal. Saya minta dispesifikkan bagian mana dari fiskal itu karena cakupannya luas mulai dari pajak hingga bea cukai," katanya dalam The 6th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition, Kamis (6/9/2018).
Sebagai Otoritas Fiskal, sambungnya, Kementerian Keuangan sudah memberikan beberapa insentif untuk pengembangan industri energi panas bumi. Insentif ini mencakup aspek perpajakan langsung maupun akses pembiayaan proyek.
Terkait aspek perpajakan, Sri Mulyani berujar sudah ada fasilitas tax holiday dan tax allowance untuk. Selain itu, untuk kegiatan usaha di ranah energi hijau juga bebas pajak penghasilan (PPh) pasal 22 impor dan pajak pertambahan nilai (PPN) impor.
Sementara, dalam konteks akses pembiayaan, Kemenkeu juga telah menugaskan PT Sarana Multi Infrastruktur. Pengelolaan dan pembiayaan infrastruktur sektor panas bumi ini diamanatkan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 62/PMK.08/2017.
Dalam beleid itu, dana penyediaan infrastruktur sektor panas bumi dapat digunakan untuk kegiatan pemberian pinjaman, penyertaan modal dan/atau penyediaan data dan informasi panas bumi.
Untuk kegiatan pemberian pinjaman dan penyertaan modal, PT SMI akan melaksanakan berdasarkan skema bisnis korporasi. Sementara, untuk kegiatan penyediaan data dan informasi panas bumi, PT SMI akan melaksanakan berdasarkan penugasan khusus oleh Menteri Keuangan.
Indonesia, menurut mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, bisa belajar dari kasus Islandia terkait ketergantungan impor minyak. Negara lingkar arktik itu mampu keluar dari ketergantungan atas minyak dengan memanfaatkan energi terbarukan.
Pada tahun 1990-an, Islandia terkena krisis karena terbebani oleh sebagian besar kebutuhan energinya yang berasal dari luar negeri. Islandia berhasil beralih memanfaatkan potensi besar mereka atas energi panas bumi.
Hasilnya, Islandia dipandang sebagai salah satu sistem ekonomi yang punya daya tahan yang baik. “Indonesia perlu belajar dari Islandia yang sukses beralih dari energi fosil ke energi terbarukan,” kata Sri Mulyani. (kaw)