Pelajar memasukkan kertas suara ke dalam kotak saat Pemilihan Ketua OSIS di SMA N 1 Batang, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Rabu (20/9/2023). Pihak sekolah beserta Majelis Perwakilan Kelas (MPK) menggelar pemilihan Ketua OSIS periode 2023-2024 dengan sistem pemungutan suara seperti pemilu yang bertujuan memberikan pemahamam siswa tentang pendidikan demokrasi dan pendidikan politik. ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra/hp.
JAKARTA, DDTCNews - Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu merasa yakin pelaksanaan pemilu 2024 dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pada 2024.
Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro BKF Kemenkeu Abdurohman mengatakan pertumbuhan ekonomi ini utamanya akan terdorong dari sisi konsumsi. Menurutnya, periode pemilu akan meningkatkan konsumsi pemerintah dan para peserta yang berkompetisi.
"[Pelaksanaan pemilu 2024] akan mendorong pertumbuhan ekonomi sekitar 0,2 percentage point [pada 2023] dan juga pada 2024 0,27 percentage point. Itu hitungan kasar kami," katanya, dikutip pada Selasa (26/9/2023).
Abdurohman mengatakan dampak pelaksanaan pemilu terhadap pertumbuhan ekonomi akan terasa pada 2023 dan 2024. Pada 2 tahun tersebut, pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk pelaksanaan pemilu seperti pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) senilai Rp11,52 triliun dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rp15,87 triliun.
Belanja pemerintah ini nantinya bakal meningkatkan produk domestik bruto (PDB) dari komponen konsumsi pemerintah sebesar 0,75% poin persen pada 2023 dan 1 poin persen pada 2024.
Dia menjelaskan konsumsi yang besar juga bakal dilakukan oleh para peserta pemilu sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi, yakni pada komponen lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT). Berdasarkan data pemilu 2019, diperkirakan akan ada 8.037 peserta yang masing-masing bakal membelanjakan uang setidaknya Rp1 miliar untuk memperebutkan 580 kursi di DPR.
Kemudian pada DPRD provinsi dan kabupaten/kota, diperkirakan ada 258.631 orang peserta pemilu yang masing-masing membelanjakan setidaknya Rp200 juta untuk memperebutkan 18.747 kursi.
Dalam hitungan BKF, konsumsi tersebut akan berdampak pada LNPRT sebesar 4,72 poin persen pada 2023 dan 6,57 poin persen pada 2024.
Abdurohman menyebut belanja pemerintah dan peserta pemilu juga diyakini bakal berdampak pada peningkatan konsumsi masyarakat, yakni sekitar 0,14 poin persen pada 2023 dan 0,21 poin persen pada 2024.
"Itu akan sedikit mengkompensasi pelemahan global. Jadi untuk 2023, kami masih optimistis PDB akan berada sekitar 5,1% dan di 2024 sekitar 5,2%," ujarnya.
Sementara itu, Chief Economist Bank Permata Josua Pardede memandang meski ada peningkatan konsumsi, kinerja investasi diperkirakan bakal mengalami perlambatan ketika pemilu. Perlambatan tersebut utamanya terjadi pada investasi asing.
Meski demikian, data historis menunjukkan kinerja investasi dalam negeri biasanya akan menguat ketika pelaksanaan pemilu. Pemerintah pun dapat mengupayakan kinerja investasi tetap terjaga melalui pengelolaan APBN secara strategis serta melanjutkan reformasi struktural, terutama melalui implementasi UU Cipta Kerja dan UU 7/2021 Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
"Dengan situasi menjelang pemilu, kita bisa mengandalkan investor domestik karena seharusnya dia melihat langsung di lapangan, kondisi politik relatif stabil dan dari sisi kebijakan harapannya tidak ada perubahan signifikan," katanya. (sap)