Unggahan DJBC di media sosialnya.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah ternyata sudah menyediakan fasilitas kepabeanan untuk mendorong peningkatan minat baca masyarakat.
Berbarengan dengan momentum Hari Pendidikan Internasional pada hari ini, Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) kembali menjelaskan soal pemberian fasilitas kepabeanan atas impor buku. Fasilitas yang diberikan mencakup bea masuk serta pajak dalam rangka impor (PDRI) atas importasi beberapa klasifikasi buku.
"Berbagai hal dilakukan pemerintah demi meningkatkan minat baca dan salah satunya melalui Bea Cukai dengan pemberian fasilitas pembebasan pajak impor buku," bunyi cuitan akun Twitter @beacukaiRI, Selasa (24/1/2023).
DJBC menyatakan terdapat 3 payung hukum pemberian fasilitas kepabeanan atas impor buku tertentu. Pertama, PMK 103/2007 yang mengatur pembebasan bea masuk atas barang ilmu pengetahuan.
Kemudian, PMK 5/2020 mengenai impor atas buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku pelajaran agama yang importasinya dibebaskan dari pengenaan PPN. Terakhir, PMK 34/2017 yang menyebut jika PPN dibebaskan maka PPh Pasal 22 atas barang impor tersebut juga tidak dipungut.
Meski demikian, tidak semua buku memperoleh pembebasan bea masuk dan PDRI. Buku yang dikecualikan dari pembebasan yakni buku hiburan, buku roman populer, buku sulap, buku iklan, buku promosi suatu usaha, buku katalog di luar pendidikan, buku karikatur, buku horoskop, buku horor, buku komik, dan buku reproduksi lukisan.
DJBC menyebut pemberian fasilitas kepabeanan atas impor buku diharapkan mampu meningkatkan literasi masyarakat. Pasalnya, berdasarkan riset UNESCO pada 2016 dan OECD pada 2018, Indonesia menempati urutan kedua dari bawah (peringkat 60 dari 61 negara) soal literasi.
"Dalam menjalankan fungsinya sebagai trade facilitator, Bea Cukai terus berupaya menciptakan perlakuan perpajakan yang adil bagi masyarakat, salah satunya melalui peningkatan literasi bangsa dengan adanya fasilitas kepabeanan," bunyi yang diunggah DJBC. (sap)