Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Untuk penggalian potensi penerimaan, Ditjen Pajak (DJP) akan melakukan pengujian kepatuhan material sektor usaha mulai pulih pascapandemi Covid-19. Rencana langkah otoritas tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (23/3/2021).
Pada tahun ini, otoritas akan menyasar 4 sektor usaha, yakni informasi dan komunikasi, industri makanan dan minuman, perdagangan, serta industri farmasi dan kesehatan. Tahun depan, ada 3 sektor usaha, yakni jasa keuangan elektronik, konstruksi, serta pertanian, perikanan, dan kehutanan.
Pada 2023, pada 4 sektor usaha yang disasar, yakni pertambangan, akomodasi, tekstil, serta pakaian jadi. Kemudian, ada 2024, otoritas akan fokus pada real estat dan industri pendukungnya. Otoritas juga sudah menyiapkan 6 langkah strategis untuk mengoptimalkan penerimaan negara.
Selain mengenai penggalian potensi penerimaan pajak, ada pula bahasan tanggapan pelaku usaha terkait dengan rencana penurunan batasan pengusaha kena pajak (PKP). Kemudian, ada pula bahasan peran penerimaan pajak dalam program vaksinasi Covid-19.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
DJP menyiapkan 6 langkah strategis optimalisasi penggalian potensi dan penerimaan. Pertama, penyusunan dan sosialisasi/bimtek modul gali potensi (galpot) sektoral. Penggalian potensi menggunakan metode ekualisasi biaya pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh dan SPT Masa PPh.
Kedua, pemetaan wajib pajak di setiap kantor wilayah (Kanwil) Pajak dan kantor pelayanan pajak (KPP) berdasarkan sebaran, potensi, dan risiko. Ketiga, penggunaan compliance risk management (CRM) untuk menentukan risiko atau prioritas wajib pajak berdasarkan pada sistem.
Keempat, pengumpulan dan pemanfaatan data melalui Approweb. Perangkat lunak yang dimiliki DJP ini berfungsi untuk menyandingkan data internal dan data eksternal yang digunakan dalam pengawasan wajib pajak. Pengumpulan data juga bisa berasal dari Kegiatan Pengumpulan Data Lapangan (KPDL). Sektor usaha prioritas juga akan ditelisik berdasarkan pada pengamatan intelijen.
Kelima, analisis dan tindak lanjut Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Informasi Keuangan (P2DK). Keenam, analisis kebutuhan data eksternal dan penentuan prioritas data lembaga, asosiasi, atau pihak lain (ILAP) yang mendukung fokus sektoral. (Kontan/Bisnis Indonesia)
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara meminta jajaran DJP untuk makin kreatif menggali potensi penerimaan pajak. Penerimaan pajak sangat penting untuk mendanai berbagai program pembangunan dan pemulihan ekonomi nasional dari pandemi Covid-19. Namun, di sisi lain, pemerintah juga menggunakan instrumen pajak untuk memberikan insentif kepada masyarakat.
“Saya juga ingin meminta jajaran Ditjen Pajak agar bekerja dengan cerdas dan kreatif menggali potensi pajak dan melayani wajib pajak Indonesia," katanya. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia/Kompas)
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan kebutuhan anggaran untuk membeli vaksin dan melakukan vaksinasi Covid-19 tergolong besar, yakni mencapai Rp58 triliun. Dia mengimbau masyarakat patuh membayar pajak dan melaporkan SPT Tahunan agar negara memiliki dana untuk melakukan vaksinasi.
“Uang pajak menjadi salah satu tumpuan utama untuk membeli vaksin dan melakukan vaksinasi tersebut," katanya. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia/Kompas)
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani keberatan dengan adanya rencana penurunan batasan PKP. Menurutnya, kebijakan itu akan makin membebani pengusaha karena situasi ekonomi yang masih lesu.
Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia Ikhsan Ingratubun berpendapat bila batasan (threshold) omzet PKP diturunkan dari yang saat ini sejumlah Rp4,8 miliar, produk UMKM akan kalah bersaing dengan produk impor. (Kontan/DDTCNews)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut porsi transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) dari pemerintah pusat masih sangat besar hingga mencapai 65%. Sementara itu, kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) masih cenderung kecil.
“Selama ini pendanaan sangat tergantung kepada TKDD. 65% TKDD. Sementara PAD berkontribusi sekitar 23% dan 8,4% berasal dari pendapatan lainnya. Selain itu, daerah masih membutuhkan financing atau pembiayaan,” ungkapnya. (DDTCNews) (kaw)