BERITA PAJAK HARI INI

Disusun, Peraturan Baru Tarif Efektif PPh Pasal 21 dan Tax Allowance

Redaksi DDTCNews | Selasa, 27 Desember 2022 | 08:32 WIB
Disusun, Peraturan Baru Tarif Efektif PPh Pasal 21 dan Tax Allowance

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Otoritas menyusun rancangan peraturan pemerintah (RPP) terkait dengan tarif pemotongan dan pengenaan PPh Pasal 21 atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan. Hal tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (27/12/2022).

Rencana tersebut sudah masuk dalam Keputusan Presiden (Keppres) 25/2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023. Dasar pembentukan RPP tersebut adalah Pasal 21 ayat (5) UU PPh s.t.d.t.d UU HPP.

“Tarif pemotongan atas penghasilan … adalah tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a, kecuali ditetapkan lain dengan peraturan pemerintah,” bunyi penggalan Pasal 21 ayat (5) UU PPh s.t.d.t.d UU HPP.

Baca Juga:
Ada Pajak Rokok 10%, Ini Daftar Tarif Pajak Daerah Terbaru di NTB

RPP tersebut diprakarsai Kementerian Keuangan. Melalui RPP ini, pemerintah juga akan mencabut PP 80/2010 tentang Tarif Pemotongan dan Pengenaan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang Menjadi Beban APBN atau APBD.

Selain RPP tersebut, ada 3 RPP lain terkait dengan pajak yang masuk dalam Keppres 25/2022. Adapun program penyusunan PP tersebut ditetapkan untuk jangka waktu 1 tahun. Pemrakarsa melaporkan perkembangan realisasi penyusunan setiap triwulan kepada menteri hukum dan hak asasi manusia.

Selain mengenai penyusunan RPP terkait dengan pajak, masih ada pula ulasan tentang ketentuan pajak atas natura. Kemudian, ada pula bahasan mengenai belanja perpajakan (tax expenditure) dan instrumen pencegahan penghindaran pajak.

Baca Juga:
Pengajuan Perubahan Kode KLU Wajib Pajak Bisa Online, Begini Caranya

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Tarif Efektif Pemotongan PPh Pasal 21

Ada beberapa pokok materi dalam RPP terkait dengan tarif pemotongan dan pengenaan PPh Pasal 21 atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan. Sesuai dengan judul RPP, salah satu materinya adalah pengenaan tarif pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan.

Kemudian, ada pula pemberlakuan dan penetapan tarif efektif pemotongan PPh Pasal 21. Selain itu, ada pengenaan tarif pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang menjadi beban APBN atau APBD. (DDTCNews)

Pajak Penghasilan Bidang Usaha Hulu Migas

Pemerintah berencana mengubah kembali PP 79/2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Perubahan kedua itu didasari Pasal 31D UU PPh s.t.d.t.d UU HPP.

Baca Juga:
WP Lunasi Pajak dan Dendanya, Penyidikan Tindak Pidana Dihentikan

“Ketentuan mengenai perpajakan bagi bidang usaha pertambangan minyak dan gas bumi, bidang usaha panas bumi, bidang usaha pertambangan umum termasuk batubara, dan bidang usaha berbasis syariah diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah,” bunyi pasal tersebut.

Ada beberapa materi muatan dalam RPP tersebut. Pertama, definisi kontraktor yang menjadi kewenangan dari Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) sesuai dengan PP 23/2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi Di Aceh.

Kedua, kriteria pemberian fasilitas perpajakan pada masa eksploitasi. Ketiga, monitoring dan evaluasi atas pemberian fasilitas perpajakan yang diberikan pada masa eksploitasi. Keempat, kewenangan penetapan DMO Price hingga 100% ICP bagi kontraktor eksisting kepada menteri ESDM tanpa persetujuan menteri keuangan.

Baca Juga:
Apa Itu Pajak Air Tanah dalam UU HKPD?

Kelima, pemberian kesempatan bagi kontraktor kontrak kerja sama yang di dalam kontrak eksisting menggunakan prinsip assume and discharge menjadi fasilitas pembebasan pajak tidak langsung dengan menggunakan kriteria tertentu. (DDTCNews)

RPP Tax Allowance

Pemerintah menyusun RPP tentang Fasilitas PPh untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu atau yang sering dikenal sebagai tax allowance. Dasar penyusunannya adalah Pasal 31A UU PPh s.t.d.t.d UU HPP.

Materi dalam RPP itu antara lain pertama, penyelarasan ketentuan administratif pengajuan fasilitas sesuai dengan perkembangan sistem Online Single Submission (OSS) berbasis risiko. Kedua, penyempurnaan kriteria dan persyaratan pengajuan fasilitas serta proses pemberian fasilitas tax allowance.

Baca Juga:
DPR Ini Usulkan Insentif Pajak untuk Toko yang Beri Diskon ke Lansia

Ketiga, penyesuaian bidang-bidang usaha yang diberikan fasilitas dalam Lampiran I dan Lampiran II PP 78/2019. Keempat, penyesuaian kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2017 menjadi KBLI 2020. (DDTCNews)

PPh Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek

Pemerintah juga menyusun RPP tentang Perubahan Kedua atas PP 41/1994 tentang PPh atas Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek. Dasar penyusunan RPP ini adalah Pasal 4 ayat (2) UU PPh s.t.d.t.d UU HPP. Ada beberapa materi perubahan pengaturan dalam RPP ini.

Pertama, perubahan pihak pemotong transaksi penjualan saham di bursa dari Bursa Efek Indonesia menjadi Anggota Bursa. Kedua, mekanisme pemotongan tambahan PPh atas saham pendiri. Ketiga, pengenaan PPh transaksi penjualan saham pendiri oleh WPLN. Keempat, perdagangan saham secara over the counter (OTC). (DDTCNews)

Baca Juga:
Perlakuan PPh atas Imbalan Sehubungan Pencapaian Syarat Tertentu

Perlakuan PPh Natura yang Terima PNS

Penghasilan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang diterima pegawai negeri sipil (PNS) dari anggaran pemerintah terbebas dari PPh. Ketentuan ini merupakan implikasi dari pengaturan dalam UU PPh s.t.d.t.d UU HPP dan PP 55/2022 yang mengecualikan natura sebagai objek pajak apabila bersumber dari anggaran pemerintah.

"Dikecualikan dari objek PPh ... meliputi ... natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai APBN, APBD, dan/atau APBDes," bunyi Pasal 24 PP 55/2022.

Bila PNS menerima imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang tidak bersumber dari APBN, APBD, atau APBDes maka natura dan kenikmatan tersebut menjadi objek PPh sebagaimana yang berlaku bagi pegawai swasta. (DDTCNews)

Baca Juga:
Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jasa Pengangkutan Pupuk

Belanja Perpajakan 2021

Kementerian Keuangan mengestimasi belanja perpajakan 2021 mencapai Rp299,1 triliun. Angka tersebut setara 1,76% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan nilai tersebut meningkat 23,8% jika dibandingkan dengan belanja perpajakan tahun sebelumnya yang senilai Rp241,6 triliun atau 1,56% PDB. Menurutnya, pemerintah memberikan insentif untuk mendorong pemulihan ekonomi.

Febrio mengatakan perekonomian Indonesia pada 2021 masih dihadapkan pada tantangan utama pandemi Covid-19. Meskipun terdapat pemulihan seiring dengan pelaksanaan program vaksinasi, pada 2021 juga terjadi 2 puncak gelombang kasus Covid-19 sehingga berdampak signifikan pada kesehatan dan perekonomian. (DDTCNews/Kontan)

Baca Juga:
Deadline Tinggal Dua Hari, Komeng Ajak WP OP Segera Lapor SPT Tahunan

Prinsip Substance Over Form

Dirjen pajak dapat menentukan kembali besarnya pajak yang seharusnya terutang dengan berpedoman pada prinsip pengakuan substansi ekonomi di atas bentuk formalnya (substance over form).

Ketentuan dalam Pasal 32 ayat (4) PP 55/2022 tersebut berlaku jika terdapat praktik penghindaran pajak yang tidak dapat dicegah menggunakan mekanisme yang diatur dalam Pasal 32 ayat (2) peraturan tersebut. Hal ini juga dimuat dalam penjelasan Pasal 18 UU PPh s.t.d.t.d UU HPP.

“Jika instrumen pencegahan spesifik tidak dapat digunakan, dirjen pajak dapat menerapkan prinsip substance over form,” jelas Ditjen Pajak (DJP) dalam keterangan resminya. Simak ‘Cegah Penghindaran Pajak, DJP Bisa Terapkan Substance Over Form’. (DDTCNews)

Baca Juga:
Batas Waktu Mepet, Kenapa Sih Kita Perlu Lapor Pajak via SPT Tahunan?

Omzet Rp500 Juta WP OP UMKM Tidak Kena Pajak

PP 55/2022 turut memuat ketentuan pembebasan PPh final atas omzet hingga Rp500 juta dari wajib pajak orang pribadi UMKM. Simak ‘Ketentuan Omzet Rp500 Juta WP OP UMKM Tidak Kena Pajak di PP 55/2022’.

Adapun bagian peredaran bruto (omzet) dari usaha sampai dengan Rp500 juta yang tidak dikenai PPh tersebut dihitung secara kumulatif. Penghitungan secara kumulatif dilakukan sejak masa pajak pertama dalam suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak

Omzet yang dijadikan dasar pengenaan pajak (DPP) dan jumlah omzet dari usaha yang dihitung secara kumulatif tersebut merupakan imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh dari usaha, sebelum dikurangi potongan penjualan, potongan tunai, dan/atau potongan sejenis. (DDTCNews) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 29 Maret 2024 | 14:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Pengajuan Perubahan Kode KLU Wajib Pajak Bisa Online, Begini Caranya

Jumat, 29 Maret 2024 | 13:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

WP Lunasi Pajak dan Dendanya, Penyidikan Tindak Pidana Dihentikan

Jumat, 29 Maret 2024 | 13:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu Pajak Air Tanah dalam UU HKPD?

BERITA PILIHAN
Jumat, 29 Maret 2024 | 14:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Pengajuan Perubahan Kode KLU Wajib Pajak Bisa Online, Begini Caranya

Jumat, 29 Maret 2024 | 13:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu Pajak Air Tanah dalam UU HKPD?

Jumat, 29 Maret 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Perlakuan PPh atas Imbalan Sehubungan Pencapaian Syarat Tertentu

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:30 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Disusun, Pedoman Soal Jasa Akuntan Publik dan KAP dalam Audit Koperasi

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jasa Pengangkutan Pupuk

Jumat, 29 Maret 2024 | 09:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Batas Waktu Mepet, Kenapa Sih Kita Perlu Lapor Pajak via SPT Tahunan?