Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) berbincang dengan Ketua Banggar DPR Said Abdullah (kiri) sebelum dimulainya rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (19/5/2022). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.
JAKARTA, DDTCNews - Badan Anggaran (Banggar) DPR dan pemerintah sepakat mengubah postur APBN 2022. Angka defisit disepakati turun dari Rp868,0 triliun atau 4,85% PDB menjadi Rp840,2 triliun atau 4,5% PDB.
Ketua Banggar Said Abdullah mengatakan perubahan postur APBN 2022 dilakukan sejalan dengan terjadi kenaikan harga komoditas di pasar global. Menurutnya, target defisit APBN 2022 yang hanya 4,5% akan mempermudah pemerintah menurunkannya kembali ke level 3% pada 2023 seperti amanat UU 2/2020.
"Lebih rendahnya perubahan rencana defisit tahun 2022 akan semakin mempermudah pemerintah soft landing ke posisi di bawah 3% PDB pada tahun depan," katanya, Kamis (19/5/2022).
Said mengatakan Banggar DPR dan pemerintah telah sepakat mengubah asumsi harga ICP senilai US$100 per barel. Angka itu menjadi titik tengah dari usulan yang disampaikan pemerintah, yakni kisaran US$95-US$105 per barel.
Kemudian, Banggar DPR juga menyetujui usulan pemerintah mengubah postur APBN karena asumsi harga ICP juga menyebabkan kenaikan belanja subsidi dan kompensasi energi. Dalam perubahan postur APBN 2022 yang disetujui, pendapatan negara kini ditargetkan senilai Rp2266,2 triliun, naik dari angka awal Rp1.846,1 triliun.
Kenaikan itu terjadi karena lonjakan harga komoditas juga memberikan berkah pada pendapatan negara. Tambahan pendapatan utamanya terjadi pada penerimaan perpajakan, dari semula Rp1.510 triliun menjadi 1.784,0 triliun.
Adapun pada penerimaan negara bukan pajak (PNBP), angkanya naik dari Rp335,5 triliun menjadi Rp481,5 triliun.
Sementara dari sisi belanja, angka yang disepakati senilai Rp3.106,4 triliun, naik dari rencana awal Rp2.714,2 triliun. Angka itu terdiri atas belanja K/L tetap Rp945,8 triliun dan belanja non-K/L Rp1.355,9 triliun, naik dari yang diusulkan pemerintah Rp1.532,9 triliun. Adapun pada UU APBN 2022, belanja non K/L hanya dipatok senilai Rp998,8 triliun.
Belanja non-K/L mengalami kenaikan karena pada pos itulah terdapat belanja subsidi, kompensasi BBM dan listrik, penyesuaian anggaran pendidikan, dan penebalan program perlindungan sosial (perlinsos).
Dengan perubahan postur belanja tersebut, defisit APBN 2022 kini ditargetkan turun dari Rp868,0 triliun atau 4,85% PDB menjadi Rp840,2 triliun atau 4,5% PDB.
Banggar DPR dan pemerintah telah sepakat mengubah asumsi harga ICP senilai US$100 per barel. Angka itu menjadi titik tengah dari usulan pemerintah, yakni kisaran US$95-US$105 per barel.
Kemudian, Banggar DPR juga menyetujui usulan pemerintah mengubah postur APBN karena asumsi harga ICP juga menyebabkan kenaikan belanja subsidi dan kompensasi energi. Dalam perubahan postur APBN 2022 yang disetujui, pendapatan negara kini ditargetkan senilai Rp2266,2 triliun, naik dari angka awal Rp1.846,1 triliun.
Kenaikan itu terjadi karena lonjakan harga komoditas juga memberikan berkah pada pendapatan negara. Tambahan pendapatan utamanya terjadi pada penerimaan perpajakan, dari semula Rp1.510 triliun menjadi 1.784,0 triliun.
Adapun pada penerimaan negara bukan pajak (PNBP), angkanya naik dari Rp335,5 triliun menjadi Rp481,5 triliun.
Sementara dari sisi belanja, angka yang disepakati senilai Rp3.106,4 triliun, naik dari rencana awal Rp2.714,2 triliun. Angka itu terdiri atas belanja K/L yang tetap Rp945,8 triliun dan belanja non-K/L Rp1.355,9 triliun, naik dari yang diusulkan pemerintah Rp1.532,9 triliun. Adapun pada UU APBN 2022, belanja non K/L hanya dipatok senilai Rp998,8 triliun.
Belanja non-K/L mengalami kenaikan karena pada pos itulah terdapat belanja subsidi, kompensasi BBM dan listrik, penyesuaian anggaran pendidikan, dan penebalan program perlindungan sosial (perlinsos).
Dengan perubahan postur belanja tersebut, defisit APBN 2022 kini ditargetkan turun dari Rp868,0 triliun atau 4,85% PDB menjadi Rp840,2 triliun atau 4,5% PDB.
"Apabila terjadi deviasi asumsi yang cukup besar terhadap hasil pembahasan hari ini akan dilaporkan dalam Lapsem atau LKPP," ujar Said.
Banggar DPR dan pemerintah telah sepakat mengubah asumsi harga ICP senilai US$100 per barel. Angka itu menjadi titik tengah dari usulan pemerintah, yakni kisaran US$95-US$105 per barel.
Kemudian, Banggar DPR juga menyetujui usulan pemerintah mengubah postur APBN karena asumsi harga ICP juga menyebabkan kenaikan belanja subsidi dan kompensasi energi. Dalam perubahan postur APBN 2022 yang disetujui, pendapatan negara kini ditargetkan senilai Rp2266,2 triliun, naik dari angka awal Rp1.846,1 triliun.
Kenaikan itu terjadi karena lonjakan harga komoditas juga memberikan berkah pada pendapatan negara. Tambahan pendapatan utamanya terjadi pada penerimaan perpajakan, dari semula Rp1.510 triliun menjadi 1.784,0 triliun.
Adapun pada penerimaan negara bukan pajak (PNBP), angkanya naik dari Rp335,5 triliun menjadi Rp481,5 triliun.
Sementara dari sisi belanja, angka yang disepakati senilai Rp3.106,4 triliun, naik dari rencana awal Rp2.714,2 triliun. Angka itu terdiri atas belanja K/L yang tetap Rp945,8 triliun dan belanja non-K/L Rp1.355,9 triliun, naik dari yang diusulkan pemerintah Rp1.532,9 triliun. Adapun pada UU APBN 2022, belanja non K/L hanya dipatok senilai Rp998,8 triliun.
Belanja non-K/L mengalami kenaikan karena pada pos itulah terdapat belanja subsidi, kompensasi BBM dan listrik, penyesuaian anggaran pendidikan, dan penebalan program perlindungan sosial (perlinsos).
Dengan perubahan postur belanja tersebut, defisit APBN 2022 kini ditargetkan turun dari Rp868,0 triliun atau 4,85% PDB menjadi Rp840,2 triliun atau 4,5% PDB.
"Apabila terjadi deviasi asumsi yang cukup besar terhadap hasil pembahasan hari ini akan dilaporkan dalam Lapsem atau LKPP," ujar Said.
"Rincian postur outlook APBN tahun 2022 sebagai hasil penyesuaian pendapatan, belanja, dan defisit dan pembiayaan anggaran akan ditetapkan pemerintah melalui revisi peraturan presiden," ujarnya.
Pemerintah mencatat defisit APBN melebar hingga 6,09% terhadap PDB pada 2020 akibat pandemi Covid-19 dan mulai turun menjadi 4,65% PDB pada 2021. UU 2/2020 telah mengamanatkan defisit anggaran harus dikembalikan ke level 3% pada 2023. (sap)