BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Belum Dipakai untuk Pelaporan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2024

Redaksi DDTCNews
Kamis, 05 Desember 2024 | 09.15 WIB
Coretax Belum Dipakai untuk Pelaporan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2024

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menjawab kebingungan wajib pajak terkait dengan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh tahun pajak 2024. Pasalnya, implementasi coretax system sudah berlaku 1 Januari 2025. Dengan begitu, lapor SPT Tahunan harus pakai coretax atau masih pakai DJP Online? 

Topik tersebut menjadi salah satu ulasan utama media nasional pada hari ini, Kamis (5/12/2024). 

Ternyata, pelaporan SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak 2024 masih akan memakai DJP Online. Coretax sendiri baru akan dipakai dalam pelaporan SPT Tahunan untuk tahun pajak 2025. 

Sebagai informasi, batas akhir periode pelaporan SPT Tahunan untuk tahun pajak 2024 adalah 31 Maret 2025 bagi orang pribadi dan 30 April 2025 bagi wajib pajak badan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Dwi Astuti menyatakan kebijakan tersebut diambil untuk memudahkan wajib pajak dalam melaporkan SPT Tahunan. Selain itu, pemanfaatan DJP Online pada awal penerapan coretax system bertujuan sebagai transisi dari sistem terdahulu ke coretax

“SPT Tahunan untuk tahun pajak 2024 belum pakai coretax. Ini demi kemudahan dan keberlanjutan. Jadi, SPT Tahunan tahun pajak 2024, baik untuk orang pribadi maupun badan, masih pakai saluran yang lama,” jelas Dwi dalam Media Gathering DJP di Bandung.

Selain itu, Dwi menambahkan, saluran lama masih digunakan karena data transaksi wajib pajak pada 2024 belum terekam dalam sistem coretax. Penggunaan saluran lama juga bertujuan memberi ruang bagi wajib pajak untuk membiasakan diri dengan coretax system, khususnya dalam hal pelaporan SPT Tahunan.

Namun, hal berbeda berlaku untuk pelaporan SPT Masa. Dwi menekankan bahwa pelaporan SPT Masa per Januari 2025 akan menggunakan coretax, apabila coretax sudah resmi berlaku. Dia menyebut pengembangan coretax kini tengah memasuki tahap akhir. Untuk itu, apabila tidak ada hambatan coretax akan diberlakukan sejak awal Januari 2025.

Sebagai kesimpulan, SPT Tahunan PPh tahun pajak 2024 bagi orang pribadi yang harus dilaporkan maksimal pada 31 Maret 2025 masih disampaikan melalui saluran lama. Saluran lama tersebut seperti e-Filling DJP Online.

Sementara itu, SPT Tahunan PPh tahun pajak 2024 bagi wajib pajak badan yang harus dilaporkan maksimal 30 April 2024 masih disampaikan melalui saluran lama. Saluran lama tersebut seperti e-Form DJP Online.

Selain bahasan tentang coretax, ada pula topik lain yang juga diangkat oleh media nasional pada hari ini. Di antaranya, target belanja yang tinggi di tahun perdana Presiden Prabowo Subianto, nihilnya ruang penundaan kenaikan PPN, hingga hal-hal yang perlu disiapkan wajib pajak sebelum mengakses coretax

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya. 

Akses Coretax, WP Perlu Perhatikan Dua Hal

Setidaknya ada 2 hal yang perlu diperhatikan wajib pajak sebelum mengakses coretax system. Pertama, pemadanan NPWP dengan NIK. Kedua, data pada DJP Online telah lengkap, update, dan valid.

Data-data pada DJP Online tersebut meliputi identitas utama wajib pajak, nomor ponsel, alamat email, identitas penanggung jawab utama (PIC utama) berupa email dan nomor ponsel aktif, data daftar wajib pajak cabang (tempat kegiatan usaha/TKU), serta dokumen pendirian.

DJP menegaskan penggunaan NIK sebagai NPWP tidak lantas membuat seseorang harus melapor atau membayar pajak. Sebab, kewajiban pembayaran dan pelaporan pajak melekat kepada seseorang yang memenuhi syarat subjektif dan objektif. (DDTCNews)

Target Belanja yang Gemuk Pemerintahan Prabowo

Pada tahun pertama pemerintahan, Presiden Prabowo Subianto mematok target pendapatan negara mencapai Rp3.005,13. Gemuknya belanja memang disebabkan banyaknya program-program Prabowo yang mesti dijalankan, termasuk makan bergizi gratis.

Salah satu pos penerimaan adalah pajak pertambahan nilai (PPN). PMK 201/2024 tentang APBN 2025 memerinci, pemerintah mengejar penerimaan PPN senilai Rp917,79 triliun. Angka ini naik 18,24% jika dibandingkan target dalam APBN 2024 yang senilai Rp776,2 triliun. 

Namun, di sisi lain Prabowo juga menginstruksikan seluruh kementerian/lembaga untuk berhemat, di antaranya dari perjalanan dinas luar negeri. "Jika puasa 5 tahun, kta hemat US$1,5 miliar dari perjalanan dinas saja," kata Prabowo. (Kontan)

Tak Ada Ruang Penundaan PPN

Peluang penundaan kenaikan tarif PPN menjadi 12% tampaknya makin sempit. Hingga saat ini belum ada komunikasi serius yang terjadi antara pemerintah dan DPR mengenai penundaan kenaikan PPN 12%. Pemerintah masih berjalan sesuai rencana.

Anggota Komisi XI DPR Kamrussamad menyatakan pemerintah dan DPR saat menetapkan target perpajakan dalam APBN 2025 telah menggunakan asumsi tarif PPN 12%. Kamrussamad mengatakan penyusunan APBN 2025 harus sejalan dengan UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang di antaranya mengatur kenaikan tarif PPN menjadi 12% paling lambat 1 Januari 2025. 

Oleh karena itu, rencana kenaikan tarif PPN juga harus dilaksanakan sesuai dengan undang-undang. (DDTCNews)

Antisipasi Harga Barang Mulai Naik

Kukuhnya pemerintah untuk tetap menaikkan PPN menjadi 12% bisa berujung pada kenaikan harga barang dan jasa. Beberapa perusahaan tercatat sudah mulai mengumumkan penyesuaian harga barang dan jasa per 1 Januari 2025 seiring dengan kenaikan PPN. 

Misalnya, raksasa teknologi Google yang pekan ini mengumumkan pungutan tarif PPN baru atas berbagai produk digitalnya di Indonesia. Tidak cuma Google, perusahaan layanan produk investasi seperti Mandiri Sekuritas juga mengumumkan adanya penyesuaian biaya transaksi menyusul kenaikan tarif PPN. 

Berbagai penyesuaian tarif ini dikhawatirkan akan berdampak pada preemptive inflation dan berdampak pada lonjakan inflasi pada tahun depan. (Harian Kompas)

Optimalisasi Pajak Tak Boleh Bikin Investor Kabur

Kementerian Keuangan menyebut upaya meningkatkan rasio perpajakan (tax ratio) perlu tetap mempertimbangkan iklim berusaha.

Menurut Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional Parjiono, iklim usaha perlu kondusif guna menjaga tren kenaikan tax ratio secara berkelanjutan. Terlebih, pajak merupakan salah satu pertimbangan investor sebelum menanamkan modal.

"Jangan sampai ingin mengoleksi [perpajakan] yang banyak, tahun ini tercapai tax ratio 15%, tahun depan mungkin sudah enggak ada [karena] semua FDI [foreign direct investment] sudah pada lari," katanya dalam Sarasehan 100 Ekonom Indonesia. (DDTCNews) (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.