Ilustrasi.
BANDUNG, DDTCNews – Buku besar wajib pajak (my general ledger/buku besar saya) menjadi salah satu fitur baru yang tersedia di coretax. Sebelumnya, fitur tersebut tidak tersedia di DJP Online atau aplikasi lain besutan DJP.
Direktur P2Humas DJP Dwi Astuti menjelaskan menu buku besar yang terdapat dalam coretax bukanlah buku besar (general ledger) perusahaan. Adapun menu tersebut hanya mencatat dan menampilkan setiap transaksi perpajakan wajib pajak yang disajikan dalam bentuk entry debit dan kredit.
“Kan banyak yang mengartikan ini general ledger (GL) perusahaan, apakah artinya coretax bisa membuka GL perusahaan? Tidak seperti itu ya. Buku besar ini menggambarkan aktivitas perpajakan dari wajib pajak yang bentuknya memang mirip dengan GL pada umumnya,” jelas Dwi saat Media Gathering Coretax, dikutip pada Jumat (6/12/2024).
Adapun menu buku besar terdiri atas beberapa kolom. Kolom itu di antaranya tanggal transaksi, tanggal posting, jenis pencatatan, mata uang, jenis transaksi, referensi, kode akun pajak (KAP), kode pembayaran, periode, tanggal jatuh tempo pembayaran, tanggal utang pajak dapat ditagih, serta tanggal daluwarsa penagihan.
Menu buku besar tersebut juga menggambarkan posisi hak dan kewajiban pajak yang disajikan dalam bentuk debit dan kredit. Adapun sisi debit mencatat transaksi terkait kewajiban wajib pajak.
Transaksi kewajiban yang tercatat pada sisi debit itu antara lain: pelaporan SPT Kurang Bayar; surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB)/SKPKB Tambahan (SKPKBT); surat tagihan pajak (STP); dan putusan upaya hukum yang menyebabkan kekurangan pembayaran.
Sementara itu, sisi kredit menggambarkan hak yang dimiliki atau pembayaran yang telah dilakukan wajib pajak. Transaksi itu antara lain: pembayaran atas SPT Kurang Bayar; pembayaran deposit; SPT Lebih Bayar; surat ketetapan pajak lebih bayar (SKPLB); surat Keputusan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak (SKPPKP), surat Keputusan pemberian imbalan bunga (SKPIB), dan putusan upaya hukum yang menyebabkan Lebih Bayar.
Selanjutnya, sisi debit tersisa mencatat transaksi terkait kewajiban wajib pajak yang masih harus dibayar. Contoh: kode billing belum dilakukan pembayaran. Artinya, sisi ini memuat saldo kewajiban pajak yang harus dibayar
Kemudian, sisi kredit tersisa menggambarkan hak yang dimiliki oleh wajib pajak yang dapat digunakan. Contoh: pembayaran atas kode billing. Terakhir, sisi saldo memuat selisih antara debit tersisa dan kredit tersisa.
Misal, apabila wajib pajak diterbitkan SKPLB berarti ada hak wajib pajak. Dengan demikian, SKPLB tersebut akan diposting di posisi kredit. Selanjutnya, apabila wajib pajak diterbitkan STP berarti ada tambahan kewajiban. Untuk itu, STP tersebut akan di posting di sisi debit.
“Jadi dengan buku besar, wajib pajak dapat memantau posisi terakhir atas jumlah hak dan kewajiban perpajakannya. Itu semua lengkap di buku besar coretax,” pungkas Dwi. (sap)