Gubernur BI Perry Warjiyo (tengah) saat memberikan paparan hasil RDG BI. (foto: BI)
JAKARTA, DDTCNews – Pelonggaran moneter yang dilakukan Bank Indonesia (BI) belum cukup kuat untuk mengakselerasi perekonomian. Stimulus lain, terutama dari sisi fiskal, tetap dibutuhkan.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan dalam jangka pendek penurunan suku bunga belum menggerakan perekonomian nasional. Dibutuhkan stimulus kebijakan fiskal agar pertumbuhan ekonomi setidaknya mencapai 5,2% pada tahun ini.
“Kalau tidak ambil kebijakan turunkan suku bunga, kita perkirakan pertumbuhan ekonomi di bawah titik tengah 5% sampai 5,4%. Tentu diperlukan kebijakan-kebijakan lain dari sisi fiskal dan juga OJK [Otoritas Jasa Keuangan],” katanya di Kantor BI, Kamis (18/7/2019).
Dalam APBN 2019, asumsi pertumbuhan ekonomi dipatok di level 5,3%. Dalam laporan semester I/2019 yang disampaikan pemerintah ke DPR, pertumbuhan ekonomi pada paruh pertama tahun ini hanya berada di level 5,1%.
Perry menegaskan efek pelonggaran kebijakan moneter baru akan terasa secara signifikan pada tahun depan. Menurutnya, diperlukan jeda waktu agar penurunan suku bunga bisa dirasakan sektor riil.
Oleh karena itu, bauran kebijakan dalam jangka pendek adalah untuk menjaga pertumbuhan konsumsi. Pasalnya, pos pengeluaran ini merupakan penopang utama dari pertumbuhan ekonomi nasional.
“Dampak terhadap pertumbuhan ekonomi akan lebih besar untuk 2020. Berdampak lebih besar karena magnitude-nya karena ada tenggat waktu agar kebijakan bisa berdampak kepada sektor riil,” paparnya.
Seperti diketahui, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 17-18 Juli 2019 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,75%. Begitu juga dengan suku bunga Deposit Facility menjadi sebesar 5%, dan suku bunga Lending Facility menjadi 6,5%.(kaw)