KETIMPANGAN TINGGI

Oxfam: Kenakan Pajak 45% ke Orang Kaya

Redaksi DDTCNews
Jumat, 24 Februari 2017 | 09.07 WIB
Oxfam: Kenakan Pajak 45% ke Orang Kaya

JAKARTA, DDTCNews – Untuk menangani ketimpangan yang tengah terjadi di Indonesia International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) serta Oxfam Indonesia menyarankan masyarakat super kaya harus dikenakan tarif pajak yang lebih tinggi.

Juru Bicara Oxfam Dini Widiastuti mengungkapkan penerapan tarif Pajak Penghasilan (PPh) yang lebih tinggi diterapkan di negara G20, seperti di Denmark, Belgia, dan Inggris dengan tarif berkisar 45% dan bahkan lebih tinggi.

"Setidaknya ada 200.000 orang dengan penghasilan di atas Rp10 miliar di wilayah Indonesia," ungkapnya, Kamis (23/2).

Dari laporannya yang berjudul “Menuju Indonesia yang Lebih Setara”, Oxfam dan INFID melihat Indonesia berada pada peringkat ke-6 di dunia untuk soal ketimpangan. Harta dari 4 orang terkaya Indonesia setara dengan gabungan dari Harta 100 juta orang miskin di Indonesia.

Oxfam dan INFID menilai sistem perpajakan di Indonesia yang tengah berlaku belum mampu mendistribusikan kekayaan orang dan belum bisa memastikan setiap orang membayar sesuai kemampuannya.

Berdasar hal tersebut Oxfam dan INFID mengusulkan pemerintah agar pengenaan PPh terhadap orang super kaya. Salah satu langkahnya yakni dengan pengenaan tarif pajak 45% untuk orang berpenghasilan lebih dari Rp10 miliar per tahun, golongan ini mencakup kalangan eksekutif, manajemen puncak, pemilik dan pemegang saham dari beberapa perusahaan terbesar di Indonesia.

Oxfam dan INFID menilai pemerintah harus bisa mengenakan tarif PPh pribadi tambahan atau tarif yang lebih tinggi untuk masyarakat kalangan atas tersebut. Sebagai contoh, untuk orang berpenghasilan Rp500 juta-Rp5 miliar per tahun dikenakan tarif pajak 45%, sedangkan untuk orang berpenghasilan lebih dari Rp10 miliar per tahun dikenakan tarif pajak 65%.

Oxfam dan INFID  juga menyarankan pemerintah untuk membatalkan rencana pemangkasan tarif PPh badan dan meninjau ulang insentif pajak. Menurutnya pemangkasan pajak tidak secara langsung menarik investor asing untuk mengembangkan hartanya di dalam negeri, dan tidak meningkatkan kepatuhan pajak. Faktor penentu yang menarik investor asing untuk berinvestasi di dalam negeri justru berupa tingkat keterampilan di dalam negeri, ketersediaan infrastruktur, dan stabilitas makroekonomi.

Adapun pemerintah juga diminta untuk bisa memberlakukan tarif pajak tinggi untuk harta warisan dan kekayaan. Hal ini berkaca dari negara lain, yang salah satunya yaitu Korea Selatan dan Jepang yang memberlakukan tarif pajak atas harta ini sebesar 50% dan 55%. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
Facebook DDTC
Twitter DDTC
Line DDTC
WhatsApp DDTC
LinkedIn DDTC
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.