Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Penghasilan bunga obligasi yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) dikenai pajak penghasilan (PPh) yang bersifat final dengan tarif sebesar 10%.
Namun, berdasarkan PP 91/2021, ketentuan itu tidak berlaku apabila penerima penghasilan bunga obligasi memenuhi 2 kriteria ini. Pertama, wajib pajak bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
“[Kedua] wajib pajak dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan oleh menteri keuangan atau telah mendapatkan izin dari PJK dan memenuhi persyaratan pada Pasal 4 ayat (3) huruf h UU PPh dan peraturan pelaksanaannya,” bunyi Pasal 3 ayat (1) huruf a PP 91/2021, dikutip pada Rabu (22/3/2023).
Lebih lanjut, penghasilan bunga obligasi yang diterima dan/atau diperoleh wajib pajak bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia dikenai PPh berdasarkan tarif umum sesuai dengan UU PPh.
Sebagai informasi, obligasi adalah surat utang, surat utang negara, dan obligasi daerah yang berjangka waktu lebih dari 12 bulan yang diterbitkan oleh pemerintah dan nonpemerintah, termasuk surat utang yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah (sukuk).
Sementara itu, bunga obligasi adalah imbalan yang diterima atau diperoleh pemegang obligasi dalam bentuk bunga, ujrah/fee, bagi hasil, margin, penghasilan sejenis lainnya, dan/atau diskonto.
penghasilan bunga obligasi yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri dan BUT dikenai PPh final dengan tarif 10% dari dasar pengenaan PPh.
Dasar pengenaan PPh yang dimaksud antara lain bunga dari obligasi dengan kupon, sebesar jumlah bruto sesuai dengan masa kepemilikan obligasi; diskonto dari obligasi tanpa bunga, sebesar selisih Iebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi.
Kemudian, diskonto dari obligasi dengan kupon, sebesar selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi, tidak termasuk bunga berjalan. (rig)