Calon pembeli memilih pakaian bekas impor di Pasar Sambu, Kota Medan, Sumatera Utara, Kamis (16/3/2023). Pemerintah melarang impor pakaian bekas atau thrifting karena berdampak negatif bagi industri tekstil dalam negeri. ANTARA FOTO/Yudi/aww.
JAKARTA, DDTCNews - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) meminta kepada masyarakat untuk tidak membeli pakaian bekas impor (thrifting). Masyarakat diimbau untuk membeli produk tekstil dari produsen dan merek dalam negeri.Â
Ketua Umum Kadin Arsjad Rasjid mengatakan jual beli pakaian impor bekas atau thrifting memiliki dampak negatif terhadap kesehatan serta memengaruhi keberlangsungan industri dalam negeri.
"Industri yang terkena dampak dari transaksi ilegal ini termasuk pabrik, toko retail, dan juga para pekerja terkait di keseluruhan rantai pasok di industri pakaian," ujar Arsjad, Senin (20/3/2023).
Arsjad mencontohkan impor pakaian bekas dan thrifting telah memberikan dampak negatif di Kenya dan Chili. Di Kenya, impor pakaian bekas secara ilegal telah menekan jumlah tenaga kerja industri tekstil.
Dahulu, 30% dari pekerja formal di Kenya adalah pekerja pada industri tekstil. Akibat impor pakaian bekas, industri tekstil yang awalnya mampu mempekerjakan 200.000 pekerja sekarang hanya mampu menyerap 20.000 pekerja saja.
Di Chile, 59.000 ton sampah tekstil masuk dari berbagai negara dan menggunung menjadi sampah tidak terolah karena mayoritas produk tekstil tersebut tidak dapat diserap oleh pasar.
Arsjad mengatakan Indonesia sesungguhnya telah melarang impor pakaian bekas lewat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 51/2015. Namun, data BPS menunjukkan nilai impor pakain bekas bertumbuh 607,6% pada Januari hingga September 2022.
Menurut Arsjad, tren ini perlu diwaspadai oleh pemerintah dan pelaku industri pakaian dalam negeri.
"Thrifting pakaian bekas impor adalah bentuk ekonomi sirkular yang tidak tepat dan merugikan bagi negara, termasuk Indonesia. Indonesia harus melindungi produsen dan brand industri pakaian dalam negeri apabila kita ingin melihat industri pakaian dalam negeri kita maju dan bersaing di pasar global," ujar Arsjad.
Arsjad mengatakan Indonesia sesungguhnya memiliki merek pakaian lokal yang berkualitas. Oleh karena itu, pemangku kepentingan perlu berfokus mengampanyekan produk dalam negeri.
"Dengan cara ini, kita dapat membangun industri pakaian Indonesia yang kuat dan berkelanjutan, serta mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia," kata Arsjad. (sap)