PENERIMAAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Penerimaan Bea Cukai Kembali Terkontraksi 6,13% Hingga Februari 2023

Dian Kurniati
Rabu, 15 Maret 2023 | 09.30 WIB
Penerimaan Bea Cukai Kembali Terkontraksi 6,13% Hingga Februari 2023

Menkeu Sri Mulyani dengan materi paparannya dalam konferensi pers APBN Kita. (tangkapan layar)

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mencatat realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai kembali mengalami kontraksi sebesar 6,13% hingga Februari 2023.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasinya secara nominal senilai Rp17,57 triliun. Angka itu setara dengan 17,57% dari target pada APBN 2023 yang senilai Rp245,44 triliun.

"Bea dan cukai ceritanya selama pandemi enggak pernah mengalami kontraksi. Baru sekarang mengalami penurunan sedikit. Ini karena bea keluar yang mengalami koreksi," katanya, dikutip pada Rabu (15/3/2023).

Sri Mulyani mengatakan realisasi bea keluar hingga 28 Februari 2023 senilai Rp2,04 triliun atau terkontraksi 69,01%. Angka ini turun tajam jika dibandingkan dengan periode yang sama 2022, ketika capaiannya senilai Rp6,57 triliun.

Kontraksi penerimaan bea keluar terjadi akibat penurunan volume ekspor komoditas mineral dan harga minyak kelapa sawit. Bea keluar tembaga turun 68,95% karena penurunan volume ekspor sebesar 40,62% dari 519.000 metrik ton (MT) menjadi 308.000 MT.

Kemudian, bea keluar bauksit juga terkontraksi 50,88% akibat volume ekspor yang turun 51,2% dari 3,83 juta MT menjadi 1,87 juta MT. Sementara soal penurunan bea keluar produk sawit, angkanya mencapai 70,42% karena harga yang lebih rendah ketimbang tahun lalu.

Adapun untuk cukai, kinerjanya stagnan dengan pertumbuhan 0% karena dipengaruhi kebijakan kenaikan tarif, limpahan pelunasan cukai yang diproduksi pada Desember 2022, serta efektivitas pengawasan.

Khusus untuk cukai hasil tembakau, realisasinya Rp42,27 triliun atau terkontraksi tipis 0,01% dari periode yang sama tahun lalu senilai Rp42,28 triliun. Kondisi itu disebabkan oleh penurunan produksi rokok, utamanya golongan 1 dari 22,2 miliar batang menjadi 21,47 miliar batang.

"Kalau kita lihat komposisi dari hasil tembakau ini, untuk golongan 1 mengalami koreksi tajam karena memang cukainya naiknya paling tinggi untuk golongan 1 ini. Golongan 1 ini biasanya pabrik-pabrik besar," ujarnya. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
Facebook DDTC
Twitter DDTC
Line DDTC
WhatsApp DDTC
LinkedIn DDTC
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.