Ilustrasi. (foto: oecd.org)
JAKARTA, DDTCNews - Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) berkomitmen untuk membantu negara-negara berkembang dalam mereformasi skema insentif pajaknya masing-masing.
Dalam OECD Secretary-General Tax Report to G20 Finance Ministers and Central Bank Governors, Sekjen OECD Mathias Cormann mengatakan pihaknya akan meluncurkan serangkaian pilot program mulai kuartal IV/2022 guna membantu negara berkembang menyesuaikan insentif pajak dengan rezim pajak minimum global Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE).
"Program ini bertujuan untuk memastikan negara berkembang dapat mengumpulkan pajak dari perusahaan multinasional yang beroperasi di yurisdiksinya tanpa mengorbankan daya saing investasi," ujar Cormann sebagaimana tercantum dalam laporannya, dikutip Jumat (14/10/2022).
Cormann mengatakan selama ini negara-negara berkembang memang banyak memanfaatkan insentif pajak guna menarik investasi. Sayangnya, insentif-insentif tersebut seringkali tidak efektif mendukung pencapaian target-target tersebut. Negara-negara berkembang kehilangan banyak potensi pajak akibat insentif-insentif yang tak efektif tersebut.
"OECD berkomitmen membantu yurisdiksi membangun kapasitas pajaknya dan menerapkan solusi 2 pilar," tulis OECD dalam Tax Incentives and the Global Minimum Corporate Tax: Reconsidering Tax Incentives after the GloBE Rules.
Untuk diketahui, pajak minimum global dengan tarif 15% akan diberlakukan mulai tahun depan atas perusahaan multinasional dengan pendapatan di atas EUR750 juta.
Bila tarif pajak efektif perusahaan multinasional pada suatu yurisdiksi tak mencapai 15%, top-up tax berhak dikenakan oleh yurisdiksi tempat korporasi multinasional bermarkas. Pengenaan top-up tax dilakukan berdasarkan income inclusion rule (IIR).
Menurut OECD, beberapa insentif pajak bakal tidak efektif untuk diberikan akibat adanya rezim ini. Salah satu insentif pajak yang bakal terdampak oleh pajak minimum global adalah tax holiday.
Bila suatu yurisdiksi tetap memberikan fasilitas tax holiday dan pajak efektif yang ditanggung oleh perusahaan multinasional pada yurisdiksi tersebut menjadi 0%, top-up tax sebesar 15% bakal dikenakan atas penghasilan yang kurang dipajaki tersebut oleh yurisdiksi tempat entitas induk bermarkas.
Oleh karena itu, OECD pun mendorong setiap yurisdiksi untuk melakukan reformasi insentif pajak. Sebagai solusi jangka pendek, OECD meminta kepada setiap yurisdiksi untuk segera menerapkan pajak minimum domestik atau qualified domestic minimum top-up tax (QDMTT) guna menjaga basis penerimaan pajak.
Dengan QDMTT, penghasilan yang kurang dipajaki akibat adanya insentif dapat langsung dipajaki sebelum negara lain mengenakan top-up tax atas penghasilan tersebut. (sap)