Warga antre untuk mendapatkan bantuan langsung tunai (BLT) pengalihan subsidi BBM tahap pertama di Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (2/9/2022). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan menerbitkan PMK 134/2022 yang mewajibkan pemda menganggarkan belanja wajib perlindungan sosial berupa bantuan sosial (bansos) untuk pengemudi ojek, pelaku UMKM, dan nelayan; belanja penciptaan lapangan kerja; dan subsidi angkutan umum di daerah.
Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti mengatakan belanja wajib tersebut harus dianggarkan sebesar 2% dari Dana Transfer Umum (DTU) selain Dana Bagi Hasil (DBH) yang sudah ditentukan penggunaannya.
"Melalui earmarking DTU, pemda diberikan kewenangan untuk membuat program, sehingga dampak dari inflasi tidak dirasakan secara langsung oleh masyarakat dan tentunya ini juga menggunakan data-data yang telah teruji sebelumnya," ujar Prima, Kamis (8/9/2022).
PMK 134/2022 juga mengatur besaran DTU yang di-earmarking sebagai belanja wajib perlindungan sosial adalah sebesar penyaluran dana alokasi umum (DAU) Oktober hingga Desember 2022 dan penyaluran DBH kuartal IV/2022. Belanja wajib perlindungan sosial tidak termasuk belanja wajib 25% dari DTU yang telah dianggarkan pada APBD 2022.
Belanja wajib perlindungan sosial wajib dianggarkan melalui perubahan peraturan kepala daerah tentang APBD 2022 dan selanjutnya harus dicantumkan dalam perda perubahan APBD 2022.
Bila pemda tidak melakukan perubahan APBD 2022 atau telah melakukan perubahan APBD 2022 sebelum PMK 134/2022 terbit, belanja wajib perlindungan sosial harus dilaporkan dalam laporan realisasi APBD.
Kemudian, beleid ini mengatur bahwa laporan mengenai penganggaran belanja wajib harus disampaikan kepada Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan dan juga Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri paling lambat pada 15 September 2022.
Laporan penganggaran akan menjadi dokumen persyaratan pencairan DAU Oktober 2022 dan DBH PPh Pasal 25/29 kuartal III/2022 bagi daerah yang tidak mendapatkan DAU.
Laporan realisasi belanja wajib juga harus disampaikan kepada pemerintah pusat pada bulan-bulan selanjutnya paling lambat tanggal 15. Laporan realisasi belanja wajib menjadi syarat pencairan DAU bulan berikutnya dan DBH PPh Pasal 25/29 kuartal IV/2022 bagi daerah yang tidak memiliki alokasi DAU.
Belanja perlindungan sosial oleh pusat dan daerah diharapkan dapat meringankan dampak inflasi yang dirasakan oleh masyarakat.
"Efektivitas atas pelaksanaan bansos juga sangat diperlukan. Untuk itu, pengelolaan dan pemantauan atas pelaksanaan belanja wajib dilaksanakan oleh kepala daerah dan juga diawasi pelaporannya oleh aparat pengawas internal pemda," tulis Kementerian Keuangan dalam keterangan resminya. (sap)