Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) yang tidak benar, lengkap, dan jelas berisiko memunculkan permintaan klarifikasi dari Ditjen Pajak (DJP).
Permintaan tersebut disampaikan melalui penerbitan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) atau akrab disebut ‘surat cinta’ dari DJP. SP2DK diterbitkan kepala kantor pelayanan pajak (KPP) karena ada dugaan belum dipenuhinya kewajiban perpajakan.
Fungsional Penyuluh Pajak Ahli Madya DJP Arif Yunianto memberi contoh penghasilan seseorang dalam setahun Rp1 miliar. Kemudian, ada data pembelian rumah senilai Rp2 miliar. Dengan demikian, data penghasilan serta harta tidak sinkron atau tidak wajar.
“Nah, ternyata kredit. Uang mukanya cuma Rp500 juta sehingga menjadi wajar. Maka dari itu, dijelaskan di kolom keterangan harta, itu kredit,” ujarnya, dikutip pada Jumat (2/9/2022).
Selain memberi keterangan harta diperoleh dengan skema kredit, wajib pajak juga perlu mengisi kolom daftar utang. Wajib pajak perlu menghitung sisa utang pada saat akhir tahun pajak yang bersangkutan.
Dengan salah satu contoh tersebut, Arif mengatakan permintaan klarifikasi melalui SP2DK perlu dilihat sebagai kesempatan bagi wajib pajak untuk memberi penjelasan kepada DJP. Wajib pajak perlu memberikan respons paling lama 14 hari sejak SP2DK dikirim.
Menurutnya, waktu 14 hari tersebut sangat cukup bagi wajib pajak untuk berpikir, mengecek kembali, sekaligus mengumpulkan dokumen jika diperlukan. Simak pula Fokus Kunjungan Dijalankan, ‘Surat Cinta’ Disampaikan.
“[Respons atas SP2DK] tidak otomatis kemudian timbul pembetulan atau kurang bayar. Jadi, harus direspons dan kami atur bahwa pemberian respons itu dalam 14 hari setelah surat tadi dikirim,” imbuhnya. (kaw)