KEBIJAKAN PAJAK

Praktik Pungutan Pajak Menurut Syariah, Begini Penjelasan Ditjen Pajak

Redaksi DDTCNews
Rabu, 18 Mei 2022 | 13.30 WIB
Praktik Pungutan Pajak Menurut Syariah, Begini Penjelasan Ditjen Pajak

Ilustrasi.

PONTIANAK, DDTCNews - Praktik pungutan pajak dalam Islam merupakan hasil ijtihad para ulil amri. Gusfahmi, Penyuluh Pajak Ahli Madya Kanwil DJP Sumbar Jambi menyampaikan kata 'pajak' sendiri tidak dimuat sekalipun dalam Kitab Suci Alquran, hadis, atau kitab 4 imam mazhab sekalipun. 

"[Karena] kata pajak [dhariibah] adalah hasil ijtihad ulil amri ketika kas negara kosong, sedangkan sumber pendapatan negara seperti ghanimah, fa'y, kharaj, ushr, jizyah, dan zakat tidak mencukupi," kata Gusgahmi dalam acara yang digelar Kanwil DJP Kalimantan Barat, dilansir pajak.go.id, Rabu (18/5/2022). 

Berdasarkan kesepakatan para tokoh dan ulama ini, pajak bisa saja dihapus selama kas negara dari seluruh sumber pendapatan negara yang utama sudah mencukupi. Jika seluruh sumber pendapatan utama belum bisa mencukupi kebutuhan negara maka pajak masih bisa dipungut. 

"Istilah pajak [dhariibah] akan kita temukan dalam kitab-kitab kontemporer misalnya Fikhuz Zakah oleh Dr. Yusuf Qardhawi," ujar Gusfahmi yang juga merupakan penulis dari buku Pajak Menurut Syariah

Terkait dengan pemahaman istilah 'pajak syariah' sendiri, periset dari DDTC sempat mengulasnya. Secara prinsip disebutkan bahwa tidak ada 'pajak syariah' di Indonesia. Yang ada, pajak atas kegiatan usaha atau transaksi berbasis syariah. Konsep pemajakan atas transaksi syariah saat ini masih bersifat mutatis mutandis.

Assistant Manager DDTC Fiscal Research Awwaliatul Mukarromah menyampaikan bahwa pajak atas transaksi syariah bukan jenis pajak tersendiri namun mengacu pada ketentuan pajak secara umum atau bersifat mutatis mutandis.

“Perlu dipahami bahwa tidak ada pajak syariah di Indonesia. Kita tentukan dulu transaksinya seperti apa, substansinya seperti apa, baru ditentukan apa sih pajaknya. Seperti yang tadi disampaikan, sifatnya mutatis mutandis dengan transaksi konvensional,” ujar Awwaliatul.

Dari sisi PPh, tidak ada pembedaan kategorisasi penghasilan antara pajak berbasis prinsip syariah maupun prinsip konvensional. Oleh karena PPh menganut asas substance over form, penghasilan dari keduanya tetap diakui sebagai objek pajak. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.