Anggota Komisi XI DPR RI Muhidin Mohammad Said. (tangkapan layar)
JAKARTA, DDTCNews - Anggota Komisi XI DPR RI Muhidin Mohammad Said mengungkapkan Undang-Undang (UU) 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) mempunyai 4 manfaat dalam jangka pendek bagi ekonomi dan sistem perpajakan.
Manfaat tersebut, pertama, UU HPP dapat mendukung pencapaian target rasio pajak di angka 10,12% terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2025 nanti. Capaian ini bisa mendorong keseimbangan primer kembali ke 0%.
"Ini adalah syarat bagi pengelolaan APBN yang sehat. Caranya dengan menaikkan tarif pajak pertambahan nilai [PPN] menjadi 12% paling lambat Januari 2025," kata Mihidin dalam acara Sosialisasi UU HPP, dikutip Sabtu (23/4/2022).
Selain itu, Muhidin mengatakan reformasi kebijakan PPN yang dapat turut menyehatkan APBN adalah perluasan basis pajak melalui pemungutan pajak dari perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) dan pengurangan pengecualian serta fasilitas PPN.
Kedua, meningkatkan penerimaan perpajakan melalui penegakan hukum yang lebih berorientasi pada pemulihan kerugian negara daripada pemidanaan.
Oleh karena itu, dia menjelaskan dalam UU HPP pemerintah menerapkan prinsip pemberlakukan sanksi pidana sebagai upaya terakhir dalam pelanggaran pidana di bidang perpajakan dan cukai.
Ketiga, mendorong peningkatan kepatuhan wajib pajak yang pada gilirannya akan meningkatkan penerimaan. Caranya dengan implementasi klausul dalam UU HPP yang menurunkan sanksi administrasi pajak penghasilan (PPh), PPN, dan cukai.
Keempat, mendorong sektor usaha mikro kecil menengah (UMKM) agar mampu berperan lebih dalam pemulihan ekonomi nasional. Selain itu, UU HPP membuat korporasi tidak lagi bisa lagi ugal-ugalan dalam memberikan natura pada manajemennya.
"Untuk itu dipertahankan insentif diskon 50% dari tarif PPh badan bagi UMKM, dan insentif baru tidak kena pajak bagi UMKM dengan peredaran bruto dibawah Rp500 juta, serta pengaturan kembali natura menjadi objek pajak," ujarnya. (sap)