Petugas melayani warga yang membeli gas elpiji 3 kilogram bersubsidi pada pasar murah yang dilaksanakan Pemerintah Kota Palu di Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (16/3/2022). Gas elpiji 3 kilogram bersubsidi tersebut dijual sesuai harga eceran tertinggi (HET) yakni Rp 18 ribu per tabung. ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menegaskan pajak pertambahan nilai (PPN) atas elpiji 3 kg alias gas melon tetap ditanggung oleh pemerintah.
Hal tersebut ditegaskan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 62/PMK.03/2022 tentang PPN atas Penyerahan LPG Tertentu. Beleid ini diterbitkan untuk mendukung implementasi UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
“Atas LPG 3 kg yang mendapatkan subsidi dari pemerintah, itu yang membayar PPN-nya pemerintah. Full PPN-nya dibayar oleh pemerintah sebesar 11% kali nilai subsidinya yang dibayar pemerintah,” ungkap Kepala Subdirektorat Peraturan PPN Industri DJP Maria Wiwiek Widwijanti dalam media briefing, dikutip pada Kamis (6/4/2022).
Perlu diingat, pemerintah masih menyalurkan subsidi atas elpiji 3 kg dengan skema terbuka. Artinya, seluruh kelompok masyarakat bisa mengakses insentif ini dengan bebas.
Sebagai informasi, PMK 62/2022 mengatur beberapa ketentuan PPN atas penyerahan LPG. Pertama, atas bagian harga yang disubsidi yakni PPN dibayar oleh Pemerintah. Namun, dalam hal LPG tidak disubsidi, PPN dibayar oleh pembeli.
Kedua, atas PPN yang terutang atas penyerahan LPG tertentu yang bagian harganya tidak disubsidi. Pada titik serah badan usaha, PPN terutang dihitung menggunakan dasar pengenaan pajak (DPP) berupa nilai lain. Pada titik serah agen dan pangkalan, PPN dipungut dan disetor menggunakan besaran tertentu.
Ketiga, PPN terutang dibuatkan faktur pajak atas bagian harga yang disubsidi yaitu pada saat badan usaha mengajukan permintaan pembayaran subsidi. Sementara, untuk bagian harga yang tidak disubsidi maka faktur pajak dibuat pada saat badan usaha, agen, dan pangkalan menyerahkan LPG tertentu, atau pada saat pembayaran, dalam hal pembayaran mendahului penyerahan.
Lebih lanjut, Wiwiek juga menjelaskan terkait klausul dalam PMK 62/2022 yang mengatur pengenaan PPN atas bagian harga yang tidak disubsidi sehingga PPN dibayar oleh pembeli.
Dia mencontohkan, proses distribusi LPG dari Pertamina kepada konsumen melalui agen atau pangkalan. Dalam hal ini PPN yang dikenakan yaitu atas selisih atau margin agen atau pangkalan tersebut. Misalnya selisih atau margin agen tersebut Rp1.000 per LPG 3 kg, maka yang kena PPN adalah Rp1.000 dikali tarif.
“Itu karena harga LPG 3 kg, HJE sudah dipungut di level badan usaha Pertamina. Sehingga selisihnya saja yang menjadi dasar pengenaan pajak dan tarifnya hanya 1,1% dari selisih itu. Jadi dapat dilihat memang pengenaannya hanya kecil sekali nanti yang dikenakan kepada konsumen,” kata Wiwiek.
Wiwiek juga mengingatkan bahwa harga jual eceran LPG 3 kg dapat berbeda di setiap daerah sebagaimana diatur dalam peraturan gubernur/wali kota/bupati masing-masing daerah. Hal ini karena biaya angkut dan biaya lain yang diperhitungkan dalam penentuan harga jual eceran LPG 3 kg. (sap)