Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Prima dan Managing Partner DDTC Darussalam dalam Webminar Series DDTC: Outlook Pajak Daerah Pasca UU HKPD.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah meyakini implementasi UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) bisa mendorong kembali tax ratio daerah yang sempat turun akibat dampak pandemi Covid-19.
Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Prima menyampaikan pada 2016 rasio pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) tercatat sebesar 1,35%. Angkanya kemudian naik menjadi 1,42% pada 2019. Namun, pada 2020 tax ratio daerah turun ke 1,2% terhadap PDRB.
"Terbukti dengan adanya desentralisasi fiskal yang dilakukan telah menunjukkan keberhasilan dari 2016 ke 2019. Tapi tahun 2020 karena ada Covid-19 kita semua alami kontraksi, rasio pajak daerah turun jadi 1,2%," kata Prima dalam Webminar Series DDTC: Outlook Pajak Daerah Pasca UU HKPD, Rabu (30/3/2022).
Prima menambahkan UU HKPD diyakini dapat menyelesaikan tantangan terbesar PDRB terkait ketentuan dan tata cara perpajakan pajak daerah. Sebab, Prima memantau sampai saat ini masih banyak daerah yang belum berhasil mengoptimalkan pajak daerah hanya karena aturan belum dijalankan atau belum dimiliki oleh daerah.
"Akibatnya, pajak daerah tidak bisa dioptimalkan. Di samping itu sinergi pusat daerah perlu diperbaiki, kami melihat pada saat terjadi sesuatu seperti pandemi covid ini merupakan pelajaran berharga," kata Prima.
Lebih lanjut, kata Prima, UU HKPD yang merupakan pembaruan atas gabungan UU Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan UU PDRD diharapkan mampu menambah penerimaan PDRD kabupaten/kota sampai dengan 48,98%. Beleid tersebut diharapkan bisa melanjutkan desentralisasi fiskal terutama dalam hal meningkatkan hubungan fiskal pusat-daerah.
"Di pusat ada yang perlu diperbaiki, daerah pun ada yang perlu diperbaiki. Setelah penerimaan PDRD membaik maka sejalan tantangan terbesar adalah bagaimana memfokuskan belanja di daerah," ujar Prima.
Prima menekankan bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, penerimaan pajak dan belanja harus seimbang. Permasalahan saat ini, kata Prima, sebesar 34%-36% dana alokasi umum (DAU) masih difokuskan untuk belanja pegawai, sedangkan belanja infrastruktur baru 11%.
"Di samping itu juga belanja di daerah perlu diperbaiki fokusnya, karena di situ terlihat dari jumlah program saja hampir 30.000 dan kegiatannya hampir 300.000 di seluruh Indonesia. Kalau dibagi ke 562 Provinsi/Kabupaten/Kota, maka perlu dilakukan fokus agar belanja lebih nendang," ucap Prima.
Selama ini, diketahui bahwa baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengintervensi pelaksanaan program belanja. Menurutnya, ke depannya perlu ada sinergi dan kolaborasi yang lebih baik untuk memastikan program-program yang dijalankan benar-benar memberi manfaat optimal bagi masyarakat.
"Jadi kita ingin turunkan ketimpangan baik horizontal atau vertikal. Ketimpangan horizontal itu antardaerah, ketimpangan vertikal antara pemerintah pusat-daerah," kata Prima.
Senada dengan Prima, Managing Partner DDTC Darussalam juga menekankan bahwa 'kolaborasi' menjadi kata kunci dalam implementasi UU HKPD. Menurutnya, pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu bersinergi untuk memberikan kepastian kepada seluruh pihak yang berkepentingan.
"Sehingga roh pajak daerah sebagai instrumen revenue assignment untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai," kata Darussalam.
Darussalam menambahkan, diundangkannya UU HKPD menjadi wujud reformasi struktural untuk menciptakan alokasi sumber daya nasional yang efisien dan efektif melalui perbaikan hubungan keuangan pusat-daerah.
"Kita juga berharap UU HKPD membawa dampak positif terhadap kinerja pajak daerah yang selama ini belum sesuai dengan harapan banyak pihak," kata Darussalam.
Menurutnya, UU HKPD sudah mengakomodir sejumlah perbaikan dari 2 beleid sebelumnya, yakni UU PDRD dan UU Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah. Sejumlah perubahan yang dibuat antara lain perluasan basis pajak, simplifikasi struktur pajak, hingga harmonisasi desain pajak daerah.
"Kalau saya mencatat secara umum terdapat beberapa perubahan penting, misalnya simplifikasi struktur pajak daerah melalui penggabungan beberapa jenis pajak daerah seperti penggabungan pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak parkir, dan penerangan jalan menjadi PBJT. Ini menarik," kata Darussalam. (sap)