Managing Partner DDTC Darussalam. (tangkapan layar)
JAKARTA, DDTCNews - Pajak dinilai sebagai suatu komponen penting dalam mencapai pembangunan bangsa. Hal ini dipertegas oleh Managing Partner DDTC Darussalam.
Menurutnya, pajak menjadi kontributor utama dalam struktur APBN mayoritas negara di dunia, termasuk Indonesia. Dalam hal ini, wajib pajak dapat disebut sebagai pemilik kedaulatan APBN yang keterlibatannya diperlukan dalam mendesain sistem pajak dan alokasi pembelanjaannya.
"Secara ideal alokasi uang pajak itu tujuannya adalah bagaimana bisa dirasakan para pembayar pajak dan pajak harus dibentuk untuk pembangunan yang berkelanjutan, dibiayai dengan kemampuan sendiri, serta melibatkan partisipasi publik," kata Darussalam dalam Webinar Perpajakan Internasional 'The Role of Taxation in Creating Sustainable Development Indonesia', Sabtu (12/2/2022).
Darussalam mengatakan partisipasi wajib pajak di antaranya diperlukan dalam menentukan cara pemungutan pajak, cara penetapan pajak, serta pengalokasian uang pajak dalam pembangunan. Ketiga hal tersebut penting untuk dijalankan berdasarkan kesepakatan antara pemerintah sebagai perwakilan negara dan wajib pajak dan dituangkan dalam undang-undang.
Kemudian, terdapat 3 hal mengenai pajak yang harus diatur undang-undang dan tidak dapat didelegasikan pada peraturan di bawahnya meliputi subjek pajak, objek pajak, dan basis pajak. Sementara itu, ketentuan seperti cara pemungutan dan administrasi pajak, baru boleh diatur dalam peraturan di bawah undang-undang.
Dari sisi dinamika ekonomi, sosial, dan politik, Darussalam berpandangan pajak juga tidak hanya menjamin terwujudnya pembangunan, tetapi juga turut menentukan karakteristik pembangunan di suatu negara. Oleh karena itu, perumusan desain atau kebijakan administrasi pajak mempertimbangkan sejumlah faktor.
Pertama, berdasarkan technical reasonability, yakni komponen kebijakan yang tidak hanya perlu dilihat dari sisi mikro tetapi juga diletakkan dari sudut pandang lebih makro. Kedua, political acceptability atau interaksi antarpemangku kepentingan termasuk pemerintah, lembaga legislatif, dunia usaha, dan akademisi.
Ketiga, administrative feasibility di antaranya mengenai tata cara, mekanisme pemungutan dan pelaporan, kelembagaan, biaya kepatuhan, hingga kerja sama antarpemangku kepentingan.
Di sisi lain, Darussalam menilai partisipasi wajib pajak dalam menentukan arah kebijakan pajak di Indonesia tidak terlepas dari pentingnya mendorong edukasi pajak kepada masyarakat. Melalui edukasi tersebut, rakyat akan memahami mereka akan dikenakan pajak dan cara pengalokasian uang pajak tersebut untuk pembangunan
"Makanya perlu kerja keras untuk mengejar ketertinggalan dari negara maju kalau kita sepakat pembiayaan kemandirian bangsa adalah berasal dari pajak," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Konsultan Pajak Publik Indonesia (AKP2I) Suherman Saleh menyebut terdapat berbagai macam jenis dan skema pajak yang berlaku di dunia, yang semuanya diarahkan untuk membawa manfaat bagi rakyat dan pembangunan negara. Menurutnya, Indonesia perlu terus belajar dari best practices untuk mendorong pajak lebih berdampak pada kemakmuran rakyat.
"Mungkin sudah waktunya Indonesia berpikir bahwa yang paling diutamakan bukan pembangunan jalan, tapi yang pertama adalah rakyatnya makmur dan berpendidikan karena pendidikan itu yang akan mengubah suatu bangsa," katanya.
Webinar Perpajakan Internasional "The Role of Taxation in Creating Sustainable Development Indonesia" diselenggarakan oleh AKP2I. Dalam webinar kali ini, akademisi perpajakan UTM Gita Arasy Harwida bertindak sebagai moderator. (sap)