Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu.
JAKARTA, DDTCNews - Turunnya PPh badan dari 25% ke 22% sejak 2020 berimplikasi terhadap 3 jenis belanja pajak, khususnya di sektor konstruksi.
Akibat PPh badan yang turun, belanja pajak yang timbul akibat pemberlakuan PPh final atas penghasilan jasa konstruksi, PPh final atas sewa tanah/bangunan, dan PPh final atas transaksi di bursa efek justru memiliki nilai negatif.
Bila belanja pajak memiliki nilai negatif, artinya beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak justru lebih tinggi akibat adanya perlakuan khusus.
"Nilai belanja perpajakan tahun 2020 bernilai negatif disebabkan oleh penurunan tarif PPh badan dari 25% ke 22% yang menyebabkan benchmark pembanding turun, sehingga estimasi PPh yang dihitung berdasarkan tarif umum lebih rendah dibandingkan dengan PPh yang telah dipotong dengan tarif final," tulis Kementerian Keuangan pada Laporan Belanja Perpajakan 2020, dikutip Senin (27/12/2021).
Realisasi belanja pajak pada 2020 yang timbul akibat pemberlakuan PPh final jasa konstruksi diestimasikan menimbulkan belanja perpajakan senilai negatif Rp1,05 triliun. Pada tahun 2019, belanja perpajakan akibat PPh final jasa konstruksi diperkirakan mencapai Rp685 miliar.
Selanjutnya, PPh final atas sewa tanah/bangunan diestimasikan menimbulkan belanja pajak senilai negatif Rp754 miliar pada 2020. Pada 2019, belanja pajak yang timbul akibat PPh final sewa tanah/bangunan diperkirakan mencapai Rp1,33 triliun.
Terakhir, belanja perpajakan yang timbul pemberlakuan PPh final atas transaksi di bursa efek pada 2020 diestimasikan mencapai negatif Rp2,21 triliun. Pada tahun sebelumnya, belanja perpajakan akibat PPh final atas transaksi di bursa efek diperkirakan mencapai Rp11,86 triliun.
Sebagai catatan, penurunan PPh badan bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan nilai belanja pajak PPh final di bursa efek pada 2020 tercatat negatif. Turunnya nilai IHSG pada masa awal Covid-19 juga menurunkan estimasi keuntungan yang menjadi dasar pengenaan pajak sesuai dengan tarif umum.
Kedua faktor tersebut menyebabkan estimasi PPh yang dihitung berdasarkan tarif umum lebih rendah dibandingkan dengan PPh yang telah dipotong dengan tarif final. (sap)