Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam paparan APBN Kita. (tangkapan layar)
JAKARTA, DDTCNews - Indonesia disebut lebih siap dalam menghadapi tapering. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan kesiapan Indonesia dilandasi neraca pembayaran Indonesia yang tercatat surplus.
Per kuartal III/2021, neraca pembayaran mengalami surplus hingga US$10,7 miliar dengan neraca transaksi berjalan yang surplus US$4,5 miliar atau 1,49% dari PDB.
"Ini adalah kondisi yang baik, kalau dibandingkan dengan taper tantrum 2013 Indonesia mengalami defisit neraca transaksi berjalan mendekati 3% dari PDB," ujar Sri Mulyani, Kamis (25/11/2021).
Tingginya defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit membuat Indonesia terkena imbas yang cukup besar dari taper tantrum pada kala itu.
Selain mencatatkan surplus neraca transaksi berjalan, transaksi modal dan finansial juga mengalami surplus hingga US$6,1 miliar. Surplus ini ditopang oleh turunnya pembayaran utang luar negeri dan naiknya simpanan nonresiden.
Berkat kinerja neraca pembayaran yang positif dan kuat, nilai tukar rupiah pada end of period tercatat hanya senilai Rp14,237 per dolar AS dan secara year to date mencapai Rp14,310 per dolar AS, jauh di bawah asumsi makro APBN 2021 senilai Rp14.600 per dolar AS.
Bila tapering benar-benar terjadi, maka nilai tukar rupiah akan mengalami tekanan terlebih dahulu ketimbang aspek-aspek yang lainnya meski dampaknya tak akan sebesar pada 2013.
"Namun, fondasi ekonomi yang kuat dari neraca pembayaran, APBN mulai bagus, dan pemulihan ekonomi yang kuat tentu akan memberikan barrier atau perlindungan pada nilai tukar kita agar lebih bisa bertahan bila terjadi tapering," ujar Sri Mulyani. (sap)