Foto udara progres pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sumsel 8 di Tanjung Lalang, Tanjung Agung, Muara Enim, Sumatera Selatan, Selasa (16/11/2021). Progres pembangunan PLTU mulut tambang terbesar di Asia Tenggara ini memiliki kapasitas 2 X 660 Megawatt telah mencapai 92,84 persen dan ditargetkan dapat selesai pada 7 Maret 2022 mendatang. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/hp
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan mendapatkan tugas dari Presiden Joko Widodo (Jokowi)Â untuk memformulasikan kebijakan pungutan atas karbon.
Sebagaimana diatur pada Pasal 58 Perpres 98/2021, pungutan yang dikenakan untuk penyelenggaraan nilai ekonomi karbon atau carbon pricing dapat berupa kebijakan perpajakan, kepabeanan dan cukai, serta pungutan negara dalam bentuk lainnya.
"Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara menyusun formulasi kebijakan dan strategi pelaksanaan pungutan atas karbon setelah berkoordinasi dengan menteri dan menteri terkait sesuai dengan tujuan pencapaian target NDC dan pengendalian emisi untuk pembangunan nasional," bunyi Pasal 58 ayat (3) Perpres 98/2021, dikutip Rabu (17/11/2021).
Nantinya, pungutan atas karbon dapat dilakukan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah atas barang dan jasa yang memiliki potensi karbon atau kandungan karbon.
Pungutan juga dapat dikenakan atas usaha serta kegiatan yang memiliki potensi emisi karbon atau mengemisikan karbon yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan hidup.
Dana dari pelaksanaan carbon pricing baik melalui perdagangan karbon, pembayaran berbasis kinerja, dan pungutan atas karbon dapat dilakukan oleh lembaga khusus yang mengelola dana lingkungan hidup atau lembaga yang ditunjuk.
Secara khusus, pungutan atas karbon yang berupa PNBP akan dikelola oleh dana lingkungan hidup atau lembaga yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Melalui penyelenggaraan nilai ekonomi karbon atau carbon pricing, diharapkan target nationally determined contribution (NDC) dapat dicapai.
Merujuk pada Pasal 2 ayat (3) huruf a Perpres 98/2021, emisi gas rumah kaca ditargetkan turun 29% dengan usaha sendiri dan turun 41% dengan kerja sama internasional pada 2030. Target NDC pada Pasal 2 akan ditinjau ulang paling sedikit sebanyak sekali dalam 5 tahun. (sap)