Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pengesahan RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menjadi undang-undang tidak mengubah skema tarif tunggal pada PPN menjadi multitarif sebagaimana yang diusulkan pemerintah.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan skema tarif PPN disepakati tetap tunggal setelah fraksi-fraksi DPR menyampaikan pandangannya. DPR menilai skema multitarif berpotensi meningkatkan biaya kepatuhan dan meningkatkan risiko sengketa pajak.
"Pemerintah memahami aspirasi masyarakat melalui fraksi-fraksi DPR bahwa penerapan multitarif PPN dikhawatirkan meningkatkan cost of compliance dan menimbulkan potensi dispute. Sistem PPN pun disepakati tetap tarif tunggal," katanya, Kamis (7/10/2021).
Namun demikian, lanjut Yasonna, UU HPP mengatur adanya kenaikan tarif PPN secara bertahap. Tarif PPN akan naik dari saat ini sebesar 10% menjadi 11% mulai 1 April 2022 dan 12% paling lambat pada 1 Januari 2025.
Menurutnya, kenaikan tarif PPN menjadi 12% dilakukan dengan mempertimbangkan sejumlah hal antara lain kondisi ekonomi masyarakat dan dunia usaha yang saat ini belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi Covid-19.
Meski mengalami kenaikan, tarif PPN Indonesia masih relatif rendah dibandingkan dengan negara negara di dunia. Secara global, tarif PPN rata-rata sebesar 15,4%.
Untuk diketahui, pemerintah sebelumnya mengusulkan pengenaan PPN dengan tarif umum sebesar 12% dengan tarif terendah 5% dan tarif tertinggi 25%. Tarif PPN 5% dikenakan terhadap barang kebutuhan pangan dasar dan merupakan konsumsi terbesar oleh masyarakat.
Sementara itu, tarif PPN hingga 25% dapat dikenakan terhadap barang-barang yang tergolong mewah dan lebih sering dikonsumsi oleh orang kaya. (rig)