RUU KUP

Tarif Pajak Karbon Bisa Disesuaikan Lewat Aturan Turunan

Muhamad Wildan
Selasa, 31 Agustus 2021 | 14.43 WIB
Tarif Pajak Karbon Bisa Disesuaikan Lewat Aturan Turunan

Sejumlah kapal tongkang pengangkut batubara melakukan bongkar muatan di perairan Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Senin (19/7/2021). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/aww.

JAKARTA, DDTCNews - Tarif pajak karbon yang masuk pembahasan RUU KUP bisa diubah atau diperinci lebih lanjut melalui peraturan pemerintah (PP).

Dalam RUU KUP, tarif pajak karbon yang diusulkan pemerintah adalah senilai Rp75 per kilogram CO2 ekuivalen atau satuan yang setara.

"Ada perhitungan yang kita siapkan dan tarifnya Rp75 per kilogram CO2 ekuivalen. Untuk masing-masing aktivitas atau kegiatan bisa berbeda dan pengaturan lebih lanjut ada di PP," ujar Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama, dikutip Selasa (31/8/2021).

Secara lebih terperinci, tarif pajak karbon akan dihitung berdasarkan harga perdagangan karbon dari kegiatan Result Based Payment REDD+. Sementara PP akan mengatur lebih lanjut mengenai perubahan tarif dan penambahan objek pajak karbon.

Nantinya, subjek pajak karbon adalah orang pribadi ataupun badan yang membeli barang dengan kandungan karbon. Subjek pajak karbon bisa juga disematkan kepada pihak yang melakukan aktivitas dengan emisi karbon sebagai produk sampingannya.

"Subjeknya bisa saja kita melihat kalau orang mengonsumsi atau ada badan yang punya aktivitas menghasilkan emisi karbon. Objeknya adalah emisi karbon," ujar Yoga.

Yoga juga menjelaskan bahwa saat terutang dari pajak karbon adalah momen pembelian barang yang mengandung karbon, pada akhir periode tertentu dari aktivitas yang menghasilkan emisi karbon, atau pada saat lain yang masih akan ditetapkan oleh pemerintah.

Untuk diketahui, rencana pengenaan pajak karbon melalui RUU KUP adalah upaya pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebanyak 29% pada 2030. Target tersebut sesuai dengan kesepakatan internasional.

Selama ini, pemerintah telah berupaya mengendalikan emisi gas rumah kaca melalui instrumen belanja pada APBN. Terhitung sejak 2016 hingga 2019, belanja yang digelontorkan oleh pemerintah untuk memitigasi perubahan iklim mencapai Rp86,7 triliun per tahun.

Meski demikian, realisasi belanja tersebut masih jauh dari cukup. Belanja sebesar 86,7 triliun hanya memenuhi 32,6% dari total kebutuhan pembiayaan untuk memitigasi perubahan iklim. Dana yang dibutuhkan pemerintah sebenarnya mencapai Rp266,2 triliun per tahun. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.