Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Beban bunga utang yang ditanggung oleh pemerintah pada tahun depan diperkirakan mencapai Rp405,9 triliun, naik 11% dibandingkan dengan tahun ini yang diperkirakan mencapai Rp366,2 triliun.
Merujuk pada Nota Keuangan dan RAPBN 2022, pemerintah menilai pertumbuhan bunga utang pada tahun depan masih tergolong lebih rendah dibandingkan dengan proyeksi pertumbuhan bunga utang yang tumbuh 17% tahun ini.
"Hal ini turut dipengaruhi oleh kebijakan penyesuaian pembiayaan utang tahun 2021 antara lain pemanfaatan saldo anggaran lebih dan optimalisasi penarikan pinjaman tunai," tulis pemerintah pada nota keuangan, dikutip Rabu (18/8/2021).
Langkah penggunaan SAL dan optimalisasi pinjaman tunai diharapkan mampu menekan besaran belanja bunga utang yang harus ditanggung pemerintah, baik pada 2022 maupun pada tahun-tahun yang akan datang.
Kenaikan belanja bunga utang pada 2022 tidak terlepas dari akumulasi utang yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, terutama tambahan utang pada 2020 dan 2021 yang digunakan untuk penanganan pandemi Covid-19.
Rata-rata defisit anggaran pada masa prapandemi berada di bawah 3% dari PDB. Namun, akibat pandemi, defisit meningkat menjadi 6,14% PDB pada 2020 dan diperkirakan mencapai 5,82% dari PDB pada tahun ini.
Dengan defisit yang tinggi serta tambahan utang, rasio utang per 2019 sebelum pandemi yang awalnya hanya sebesar 29,8% PDB atau Rp4.778 triliun pun naik menjadi 41,35% PDB atau setara dengan Rp6.554,56 triliun pada semester I/2021.
Tambahan informasi, belanja bunga utang pada 2022 bakal berkontribusi sebesar 21% terhadap total belanja pemerintah pusat pada RAPBN 2022 senilai Rp1.938,26 triliun. Adapun kontribusi belanja bunga utang terhadap belanja pemerintah pada tahun ini masih sekitar 19%. (rig)