AUDIT LAPORAN KEUANGAN

Meski WTP, DKI Jakarta Dapat 6 Catatan Khusus dari BPK

Muhamad Wildan
Selasa, 01 Juni 2021 | 13.01 WIB
Meski WTP, DKI Jakarta Dapat 6 Catatan Khusus dari BPK

Suasana di sekitar patung Selamat Datang di kawasan Bundaran HI, Jakarta, beberapa waktu lalu. Pemprov DKI Jakarta kembali mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Pemprov DKI Jakarta 2020. (Foto: Antara)

JAKARTA, DDTCNews - Pemprov DKI Jakarta kembali mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Pemprov DKI Jakarta 2020.

Dengan ini, Pemprov DKI Jakarta tercatat telah 4 kali berturut-turut memperoleh predikat WTP atas laporan keuangannya terhitung sejak 2017. Meski mendapatkan WTP, BPK mencatat masih terdapat beberapa permasalahan dan temuan yang perlu diperbaiki.

"BPK masih menemukan beberapa permasalahan yang secara material tidak memengaruhi kewajaran dan penyajian laporan keuangan, tetapi tetap diperlukan perhatian untuk perbaikan," ujar Anggota V BPK RI Bahrullah Akbar dalam rapat paripurna DPRD DKI Jakarta, Senin (31/5/2021).

Pertama, BPK menemukan Pemprov DKI Jakarta belum menerima kompensasi atas kelebihan pembayaran premi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Kelebihan pembayaran itu sendiri muncul akibat adanya data kepesertaan ganda sebanyak 4.942 orang.

Kedua, Pemprov DKI Jakarta juga masih memiliki kewajiban kompensasi pembangunan rumah susun sederhana yang sudah ditetapkan nilainya tetapi belum memiliki izin prinsip.

Ketiga, penatausahaan aset konstruksi dalam pengerjaan yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta masih belum memadai karena belum menggambarkan asersi penilaian dan pengalokasian.

Keempat, BPK menemukan adanya risiko proses pengadaan barang dan jasa tidak dapat dilakukan dengan benar karena sumber daya manusia di bawah Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ) terbatas.

Kelima, BPK menemukan pengadaan tanah yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta berpotensi bermasalah akibat proses bisnis yang terabaikan dan belum dilaksanakan dengan baik.

Keenam, BPK menemukan Pemprov DKI Jakarta selalu menggunakan jasa Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) ketika melaksanakan pembelian, penjualan, atau penyewaan aset. Namun, ternyata tidak semua KJPP telah melakukan proses penilaian secara memadai.

"Pasal 20 UU 15/2004 mengamanatkan pejabat wajib menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK dengan memberikan jawaban atau penjelasan pada BPK RI selambat-lambatnya 60 hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterbitkan," ujar Bahrullah. (Bsi)

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.