UTANG LUAR NEGERI

Utang Luar Negeri Indonesia Lebih dari Rp6.000 Triliun

Dian Kurniati
Senin, 15 Maret 2021 | 14.13 WIB
Utang Luar Negeri Indonesia Lebih dari Rp6.000 Triliun

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Bank Indonesia mencatat posisi utang luar negeri Indonesia pada akhir Januari 2021 senilai US$420,7 miliar atau sekitar Rp6.072 triliun.

Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan utang luar negeri tersebut terdiri atas utang luar negeri sektor publik dari pemerintah dan bank sentral US$213,6 miliar dan utang luar negeri sektor swasta termasuk BUMN US$207,1 miliar.

Dengan perkembangan tersebut, utang luar negeri Indonesia pada akhir Januari 2021 tumbuh sebesar 2,6% secara tahunan, melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 3,4%.

"Perlambatan pertumbuhan utang luar negeri tersebut terjadi pada utang luar negeri pemerintah dan utang luar negeri swasta," katanya dalam keterangan tertulis, Senin (15/3/2021).

Erwin mengatakan utang luar negeri pemerintah pada Januari 2021 mencapai US$210,8 miliar atau tumbuh 2,8%, lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya 3,3%. Perlambatan itu disebabkan pembayaran pinjaman bilateral dan multilateral yang jatuh tempo.

Sementara itu, posisi surat utang pemerintah masih meningkat seiring penerbitan surat utang negara (SUN) dalam denominasi dolar AS dan euro pada awal 2021. Pada saat itu, ada momentum likuiditas di pasar global yang cukup tinggi serta sentimen positif implementasi vaksinasi Covid-19.

Perkembangan utang luar negeri juga didorong aliran masuk modal asing di pasar surat berharga negara (SBN) domestik yang meningkat. Hal ini didukung kepercayaan investor asing yang terjaga terhadap prospek perekonomian domestik.

BI menilai utang luar negeri pemerintah dikelola secara terukur dan berhati-hati untuk mendukung belanja prioritas pemerintah, antara lain pada sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (17,6% dari total utang luar negeri pemerintah), sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (17,1%), sektor jasa pendidikan (16,2%), sektor konstruksi (15,2%), serta sektor jasa keuangan dan asuransi (13,0%).

Sementara itu, utang luar negeri swasta juga tumbuh melambat dibandingkan bulan sebelumnya. Pertumbuhan utang luar negeri swasta pada akhir Januari 2021 tercatat tumbuh 2,3%, lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada Desember 2020 sebesar 3,8%.

Erwin menyebut perkembangan itu didorong perlambatan pertumbuhan utang luar negeri perusahaan bukan lembaga keuangan (PBLK) serta kontraksi pertumbuhan utang luar negeri lembaga keuangan (LK) yang lebih dalam.

Pada akhir Januari 2021, utang luar negeri PBLK tumbuh sebesar 4,9%, lebih rendah dari pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 6,3%. Selain itu, kontraksi utang luar negeri LK tercatat sebesar 6,1%, lebih dalam dari kontraksi pada bulan sebelumnya sebesar 4,7%.

Berdasarkan sektornya, utang luar negeri terbesar dengan pangsa mencapai 77,0% dari total utang luar negeri swasta bersumber dari sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara dingin (LGA), sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor industri pengolahan.

"Struktur utang luar negeri Indonesia tetap sehat didukung penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya," ujarnya.

Erwin menambahkan struktur utang luar negeri yang sehat tersebut tercermin dari rasio utang luar negeri Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) pada akhir Januari 2021 yang tetap terjaga di kisaran 39,5%.

Rasio itu relatif stabil dibandingkan dengan rasio pada bulan sebelumnya sebesar 39,4%. Struktur utang luar negeri Indonesia yang tetap sehat juga tercermin dari besarnya pangsa utang luar negeri berjangka panjang yang mencapai 89,4%.

BI dan pemerintah akan terus memperkuat koordinasi dalam memantau perkembangan utang luar negeri untuk menjaga agar strukturnya tetap sehat dengan didukung penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.

Menurut Erwin, peran utang luar negeri juga akan terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pemulihan ekonomi nasional. Hal ini dilakukan dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.