Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji dalam acara Profit bertajuk Perlukah Tax Amnesty Jilid II? Yang disiarkan CNBC Indonesia TV, Rabu (3/3/2021).
JAKARTA, DDTCNews – Pakar pajak menilai tidak ada urgensi bagi pemerintah untuk kembali menggelar program pengampunan pajak atau tax amnesty jilid II.
Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan secara umum terdapat 4 tujuan pemberian tax amnesty, yakni meningkatkan penerimaan pajak jangka pendek, menjaga ekosistem kepatuhan pajak, mendorong repatriasi dana di luar negeri, dan menjadi jembatan untuk menyongsong sistem pajak baru yang lebih baik.
"Dari keempat tujuan tersebut, dalam konteks sekarang ini, justifikasinya tidak kuat atau lemah," ujar Bawono dalam acara Profit bertajuk Perlukah Tax Amnesty Jilid II? Yang disiarkan CNBC Indonesia TV, Rabu (3/3/2021).
Berdasarkan pada hasil berbagai kajian, tax amnesty yang diselenggarakan secara berulang dalam waktu berdekatan terbukti tidak mampu memberi penerimaan pajak yang signifikan.
Bila tax amnesty pada 2016 dan 2017 berhasil menambah penerimaan negara hingga Rp100 triliun, tax amnesty yang diselenggarakan kembali tidak akan menghasilkan penerimaan pajak yang sama besarnya.
Pemberian tax amnesty secara berulang juga berpotensi menciptakan moral hazard dan menggerus kepatuhan wajib pajak. Pengulangan kebijakan tax amnesty, sambungnya, tidak mendorong wajib pajak untuk memperbaiki kepatuhannya.
"Kala ada sinyal [tax amnesty] berulang, yang terjadi adalah timbulnya persepsi dari wajib pajak 'toh akan ada tax amnesty lagi'. Ini mencederai rasa kepatuhan yang ada di masyarakat," ujar Bawono.
Pada tax amnesty yang diselenggarakan pada 2016 dan 2017, pemerintah sendiri sudah mengungkapkan akan ada babak baru sistem perpajakan di Indonesia. Setelah tax amnesty, pemerintah telah berkomitmen memperbaiki sistem pajak melalui reformasi perpajakan.
Bila tax amnesty diberikan lagi, kepercayaan masyarakat terhadap agenda perpajakan yang sudah dicanangkan sebelumnya akan turun.
"Kita tahun ketika tax amnesty 2016 lalu, itu nanti akan ada sistem pajak baru, ada akses informasi keuangan, dan agenda reformasi pajak. Kalau tax amnesty dilakukan lagi, ini babak baru mana yang dimaksud?" imbuhnya.
Untuk menjaga kesinambungan fiskal, menurut dia, kebijakan relaksasi yang telah dikeluarkan pemerintah juga perlu diimbangi dengan kebijakan optimalisasi penerimaan pajak. Langkah ini dilakukan tanpa mendistorsi perekonomian.
Salah satu contoh langkah yang bisa dijalankan adalah perluasan basis pajak dengan menutup celah ketidakpatuhan wajib pajak tertentu. Kepatuhan pajak dari sektor usaha yang menikmati windfall di tengah pandemi, seperti sektor ekonomi digital, dapat ditingkatkan.
"Jadi ada cara lain di luar tax amnesty," ujar Bawono. (kaw)