PAJAK DIGITAL

Pajak Digital Indonesia Dibawa ke WTO, Ini Kata Kemenlu

Muhamad Wildan
Rabu, 27 Januari 2021 | 14.30 WIB
Pajak Digital Indonesia Dibawa ke WTO, Ini Kata Kemenlu

Ilustrasi. (DDTCNews)

JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Luar Negeri menyatakan akan membantu mengoordinasikan perundingan isu e-commerce di World Trade Organization (WTO), termasuk di dalamnya isu pajak digital Indonesia yang menjadi perhatian AS sejak tahun lalu.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan dalam konteks DST Indonesia, aspek dari substansi kebijakan akan tetap berada pada Kementerian Keuangan dan bukan pada Kementerian Luar Negeri.

"Koordinator itu tidak berarti Kementerian Luar Negeri menangani substansinya secara langsung. Aspek substansi tetap menjadi kewenangan di Kementerian Keuangan," katanya, Rabu (27/1/2021).

Faizasyah menjelaskan Kementerian Luar Negeri selama ini memang selalu turut mengoordinasikan proses perundingan di WTO bersama kementerian lain, termasuk dalam hal DST bersama dengan Kementerian Keuangan.

"Jadi tidak ada tim khusus [pajak digital], Kemenlu hanya berperan dalam mengoordinasikan rapat antarkementerian," tuturnya.

Seperti dikutip dari Bisnis Indonesia, AS memperkarakan pajak digital Indonesia ke WTO. Terdapat dua isu utama yang menjadi polemik antara lain penerapan klasifikasi barang dan pembebasan tarif bea masuk atas peranti lunak yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 17/2018 dan pemajakan ekonomi digital dalam UU No. 2/2020.

Khusus untuk masalah pajak digital dalam UU No. 2/2020, AS melalui United States Trade Representative (USTR) sebelumnya telah menerbitkan laporan awal mengenai klausul-klausul yang dinilai diskriminatif dalam pajak digital Indonesia, yakni pajak penghasilan (PPh) atas perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) dan pajak transaksi elektronik (PTE).

Dalam laporan dengan judul Status Update in Digital Services Tax Investigations of Brazil, the Czech Republic, the European Union, and Indonesia tertanggal 13 Januari 2021, USTR memandang PPh PMSE dan PTE Indonesia berpotensi diskriminatif karena hanya dikenakan atas subjek pajak nonresiden.

Meski begitu, USTR mencatat Indonesia masih belum memiliki aturan turunan yang menjadi dasar atas pelaksanaan PPh PMSE dan PTE pada UU No. 2/2020. Dengan demikian, USTR akan terus melanjutkan investigasi Section 301 atas Indonesia sembari memantau perkembangan dan pengimplementasian PPh PMSE dan PTE Indonesia ke depan. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.