Ilustrasi. Kantor Pusat DJP.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) tetap akan melakukan kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi untuk mengoptimalkan penerimaan pajak pada 2021. Rencana otoritas tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (8/1/2021).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan kedua agenda itu akan dilakukan. Namun, pembatasan sosial sebagai upaya untuk menekan penularan virus Corona diproyeksi masih akan menjadi kendala.
“Kita berharap program vaksinasi berjalan dengan lancar sehingga aktivitas masyarakat dan dunia usaha kembali berjalan normal. Demikian juga aktivitas intensifikasi dan ekstensifikasi pajak,” ujar Hestu.
Realisasi penerimaan pajak 2020 senilai Rp1.070,0 triliun atau 89,3% dari target. Awalnya, jika target 2020 yang telah diturunkan dengan Perpres 72/2020 tercapai, target tahun ini Rp1.229,6 triliun hanya tumbuh 2,6%. Namun, karena realisasinya hanya 89,3%, target tahun ini tumbuh 14,9%.
Selain mengenai agenda optimalisasi penerimaan pajak 2021, masih ada pula bahasan tentang Peraturan Dirjen Pajak No. PER-23/PJ/2020. Pemotong/pemungut PPh wajib membuat bukti pemotongan/pemungutan unifikasi.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama menyatakan penanganan penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi menjadi prioritas utama pemerintah. Oleh karena itu, pajak tidak hanya berfungsi dari sisi penerimaan negara tapi juga stimulus ekonomi.
Setelah memberikan sejumlah insentif pajak pada tahun lalu, pemerintah juga mengalokasikan anggaran pada 2021. Dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) 2021, pemerintah menganggarkan insentif dunia usaha senilai Rp20,26 triliun. (Kontan/DDTCNews)
Dalam berbagai kesempatan, otoritas fiskal menegaskan pemungutan pajak akan dilakukan tanpa mengganggu pemulihan ekonomi setelah terdampak pandemi Covid-19 pada tahun lalu. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan pemerintah terus mencari format kebijakan tersebut. Otoritas akan terus melihat kondisi dunia usaha.
“Kami juga enggak terlalu cepat memajaki dunia usaha yang sedang mulai pulih. Malah kalau ada yang butuh insentif, kami siap memberikan insentif. Kasih tahu ke kami. Selama ini, insentif itu kami berikan,” ujar Suahasil. Simak artikel ‘Wamenkeu: Kami Enggak Terlalu Cepat Memajaki Usaha yang Mulai Pulih’. (DDTCNews)
Bukti pemotongan/pemungutan unifikasi tidak perlu dibuat dalam hal jumlah PPh yang dipotong/dipungut pada masa pajak yang bersangkutan nihil. Namun, ada beberapa kondisi yang tetap memerlukan pembuatan bukti pemotongan/pemungutan. Pertama, jumlah PPh yang dipotong/dipungut nihil karena adanya Surat Keterangan Bebas.
Kedua, transaksi dilakukan dengan wajib pajak yang memiliki Surat Keterangan PP 23/2018 yang terkonfirmasi. Ketiga, PPh Pasal 26 dipotong berdasarkan ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang ditunjukkan dengan adanya tanda terima Surat Keterangan Domisili wajib pajak luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Keempat, PPh terutang yang ditanggung pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Kelima, PPh yang dipotong atau dipungut dan/atau disetor sendiri diberikan fasilitas PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. (DDTCNews)
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan keterbatasan ruang gerak pada masa pandemi Covid-19 pada akhirnya memengaruhi pelaksanaan ekstensifikasi dan intensifikasi. Hal ini pada gilirannya memengaruhi penerimaan negara, terutama pada 2020.
Dari sisi insentif pajak, Suryo menyebut pemerintah telah menggelontorkan Rp56 triliun pada 2020. Insentif itu terdiri atas Rp3,4 triliun pajak ditanggung pemerintah serta Rp52,7 triliun lainnya menjadi pengurang penerimaan pajak atau (revenue forgone). (DDTCNews/Kontan)
Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi (OP) nonkaryawan pada 2020 menjadi satu-satunya jenis pajak yang masih tumbuh positif walaupun mengalami perlambatan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerimaan PPh OP pada 2020 tumbuh 3,22%, jauh lebih lambat dibandingkan kinerja tahun lalu 19,06%. Realisasi itu membaik dibandingkan dengan posisi pada akhir November 2020 yang pertumbuhannya baru 1,71%. (DDTCNews/Kontan) (kaw)