Ilustrasi. Pekerja menyelesaikan pembuatan kontruksi kaki-kaki bangunan berbahan dasar semen di kawasan sentra batu alam Pulomas, Jakarta, Rabu (16/12/2020). Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan sebanyak 63,9%Â dari total UMKMÂ yang mencapai 64,2 juta di Indonesia membukukan penurunan omzet lebih dari 30%Â pada masa pandemi Covid-19. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.
JAKARTA, DDTCNews – Badan Kebijakan Fiskal (BKF) mencatat belanja perpajakan yang timbul akibat tidak dipungutnya pajak pertambahan nilai (PPN) oleh pengusaha dengan omzet kurang dari Rp4,8 miliar masih cukup besar.
Pada 2019, belanja perpajakan yang timbul akibat implementasi threshold pengusaha kena pajak (PKP) Rp4,8 miliar diestimasikan mencapai Rp42,04 triliun. Nilai tersebut sedikit turun bila dibandingkan dengan estimasi pada 2018 senilai Rp42,28 triliun.
"Pengecualian untuk memungut PPN dan PPnBM bagi pengusaha kecil merupakan deviasi terhadap perlakuan pajak standar, yaitu semua pengusaha wajib memungut PPN dan PPnBM dengan batasan yang ditentukan," tulis BKF dalam Laporan Belanja Perpajakan 2019, dikutip pada Senin (4/1/2021).
Penetapan threshold omzet PKP senilai Rp4,8 miliar sudah berlaku efektif sejak 2014 setelah ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 197/2013. Sebelum berlakunya PMK ini, usaha dengan omzet di atas Rp600 juta wajib dikukuhkan sebagai PKP dan memungut PPN.
Penetapan threshold PKP menjadi Rp4,8 miliar dikategorikan sebagai fasilitas pajak yang diberikan untuk mengembangkan UMKM. Belanja perpajakan yang timbul untuk pengembangan UMKM diestimasikan mencapai Rp64,65 triliun.
Dengan demikian, belanja perpajakan akibat threshold PKP Rp4,8 miliar menyumbang sekitar 65% terhadap keseluruhan belanja perpajakan untuk pengembangan UMKM. Jumlah tersebut juga mencapai 25,18% dari total belanja perpajakan PPN/PPnBM senilai Rp166,92 triliun.
Selain penetapan threshold PKP senilai Rp4,8 miliar – sehingga tidak wajib memungut PPN –, UMKM juga mendapatkan fasilitas lain yang berdampak besar terhadap estimasi belanja perpajakan. Fasilitas yang dimaksud adalah PPh Final 0,5% yang diatur dalam PP 23/2018.
BKF mengestimasikan belanja perpajakan yang timbul akibat fasilitas ini pada 2019 mencapai Rp19,97 triliun. Estimasi pada 2019 itu lebih tinggi bila dibandingkan dengan pada 2018 yang diestimasikan mencapai Rp16,54 triliun. (kaw)