PMK 189/2020.

Ini Kondisi yang Bikin DJP Lakukan Gijzeling

Muhamad Wildan
Sabtu, 12 Desember 2020 | 06.01 WIB
Ini Kondisi yang Bikin DJP Lakukan Gijzeling

JAKARTA, DDTCNews - Terdapat beberapa kondisi yang harus terpenuhi sebelum Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bisa melakukan penyanderaan atau gijzeling. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 189/2020.

Pada Pasal 4 ayat (11) tertulis bila penanggung pajak telah dilakukan pencegahan, gijzeling dapat dilakukan dalam jangka waktu paling cepat 30 hari sebelum berakhirnya masa pencegahan.

Dalam hal utang pajak sebagai dasar penagihan telah mendekati daluwarsa, terdapat tanda-tanda adanya perubahan, atau ada tanda-tanda kepailitan, Pasal 4 ayat (12) menjelaskan penyanderaan dapat dilakukan setelah 14 hari sejak surat paksa diberitahukan.

Ketetuan pada Pasal 4 ayat (11) dan ayat (12) masih diperinci lagi pada Pasal 58 ayat (1). "Penyanderaan ... dapat dilakukan terhadap penanggung pajak dalam hal mempunyai utang pajak paling sedikit Rp100 juta dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak," bunyi Pasal 58 ayat (1), dikutip Selasa (8/12/2020).

Penanggung pajak bisa dianggap diragukan itikad baiknya bila tidak melunasi utang pajak baik sekaligus maupun angsuran ketika telah mendapatkan surat paksa. Itikad baik juga bisa diragukan bila penanggung pajak menyembunyikan atau memindahtangankan barang yang dikuasai setelah timbulnya utang pajak.

Untuk melaksanakan gijzeling, pejabat yang berwenang antara lain direktur pemeriksaan dan penagihan, kepala kantor wilayah (kanwil), atau kepala kantor pelayanan pajak (KPP) perlu mengajukan permohonan izin penyanderaan kepada menteri keuangan. Setelah mendapatkan izin, pejabat dapat menerbitkan surat perintah penyanderaan dengan lama penyanderaan maksimal 6 bulan.

Ketika disandera, terdapat hak-hak yang dijamin oleh pemerintah pada Pasal 63 ayat (1) PMK No. 189/2020. Selama penyanderaan, penanggung pajak berhak melaksanakan ibadah sesuai kepercayaannya, mendapatkan layanan kesehatan, mendapatkan makanan makanan yang layak, menyampaikan keluhan terkait dengan perlakuan petugas, dan memperoleh bahan bacaan atau informasi lain dengan biaya sendiri.

Penanggung pajak juga berhak menerima kunjungan dari keluarga, pengacara, dan sahabat sebanyak maksimal 3 kali dalam seminggu dengan waktu kunjungan selama 30 menit. Penanggung pajak juga berhak mendapatkan kunjungan dari dokter pribadi maupun rohaniwan menggunakan biaya sendiri.

Penanggung pajak dapat dilepaskan bila utang pajak dan biaya penagihan pajak telah dilunasi, bila lama penyanderaan dalam surat perintah penyanderaan telah berakhir, bila dinyatakan bebas berdasarkan putusan pengadilan, dan bila terdapat pertimbangan tertentu dari menteri keuangan. (Bsi)

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
Daffa Abyan
baru saja
Dengan adanya penyanderaan ini, diharapkan terdapat kepastian hukum bagi otoritas pajak untuk menagih utang pajak. dan dari sisi Wajib Pajak diharapkan dapat menimbulkan efek jera