KEBIJAKAN FISKAL

Dalam Forum OECD, Sri Mulyani Bicara Insentif Pajak untuk Energi Hijau

Dian Kurniati
Sabtu, 10 Oktober 2020 | 06.30 WIB
Dalam Forum OECD, Sri Mulyani Bicara Insentif Pajak untuk Energi Hijau

Menteri Keuangan Sri MulyaniĀ Indrawati. (tangkapan layar live streaming di situs web OECD)

JAKARTA, DDTCNews ā€“ Dalam forum yang digelar OECD, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut Indonesia telah memiliki komitmen kuat mendorong ekonomi yang ramah lingkungan. Salah satu wujud komitmen itu dengan memberikan insentif pajak untuk produsen energi terbarukan.

Sri Mulyani mengatakan Indonesia mulai mengembangkan energi terbarukan, seperti air, angin, dan surya. Menurutnya, insentif pajak yang diberikan berupa tax holiday, tax allowance, hingga pajak penghasilan ditanggung pemerintah.

"Indonesia memberikan insentif perpajakan, tax holiday, tax allowance, dan pajak penghasilan ditanggung pemerintah. Ini khusus untuk kegiatan geothermal agar semakin kompetitif," katanya dalam acara 7th OECD Forum on Green Finance and Investment, Jumat (99/10/2020).

Sri Mulyani mengatakan investor energi terbarukan menghadapi tantangan berat dalam bersaing dengan energi yang lebih kotor dan tidak ramah lingkungan. Pasalnya, hasil akhir produk energi ramah lingkungan selalu lebih mahal dibandingkan energi tidak ramah lingkungan.

Dia menilai pemberian insentif pajak akan mengurangi beban biaya investor dalam memproduksi energi terbarukan. Bukan hanya insentif pajak, pemerintah juga memberikan jaminan untuk eksplorasi energi panas bumi (geothermal) karena sektor usaha itu sangat berisiko.

Menurutnya, masalah lingkungan bukan hanya urusan menteri lingkungan hidup dan kehutanan, melainkan juga menteri keuangan dengan instrumen fiskalnya. Oleh karena itu, instrumen fiskal juga digunakan untuk mendukung kepala daerah menjalankan agenda hijau.

Sebagai negara besar yang terdiri atas 34 provinsi, Sri Mulyani menjelaskan pemerintah memberikan insentif berupa transfer dana kepada pemerintah yang memiliki area hutan tropis. Menurutnya, pemerintah daerah wajib menjaga kelestarian hutan itu untuk menekan emisi karbon serta membuat berbagai kebijakan untuk menjaga lingkungan, seperti pengelolaan sampah, pertanian, dan perikanan.

"Ini saling berkaitan untuk mendukung mereka dalam mengatasi isu kepedulian lingkungan sekaligus memberi mereka insentif dalam bentuk transfer fiskal," ujarnya.

Sri Mulyani menambahkan UU Omnibus Law Cipta Kerja juga memuat agenda pembangunan lingkungan. Menurutnya, beleid itu memberikan kepastian tentang syarat izin lingkungan bagi investor dengan tetap mengharuskan adanya penilaian lingkungan.

Sementara dari sisi pembiayaan anggaran, Sri Mulyani mengklaim telah memanfaatkan obligasi hijau. Sejak 2018, pemerintah menerbitkan obligasi hijau senilai US$1,25 miliar. Saat masa pandemi virus Corona, pemerintah menerbitkan US$715 juta obligasi hijau. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
Daffa Abyan
baru saja
Untuk mendukung pemeliharaan lingkungan hidup, perlu dirumuskan juga pengenaan pajak lainnya, seperti pajak karbon.