Ilustrasi. Gedung DJP.
JAKARTA, DDTCNews – Dalam Rencana Strategis (Renstra) Ditjen Pajak (DJP) 2020-2024, otoritas memasukkan rencana penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pajak atas Barang dan Jasa. RUU ini sebagai pengganti dari UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
DJP menjelaskan RUU Pajak atas Barang dan Jasa perlu dibentuk untuk meningkatkan kepatuhan PPN di Indonesia serta memperluas basis pajak. Dengan demikian, penerimaan PPN pada gilirannya diharapkan juga dapat meningkat.
"Dengan tax base PPN yang semakin luas, potensi penerimaan pajak akan semakin meningkat sehingga kebutuhan belanja APBN dapat lebih dipenuhi dari penerimaan pajak," tulis DJP dalam Renstra, dikutip pada Senin (21/9/2020).
DJP menyatakan RUU tentang Pajak atas Barang dan Jasa akan menata ulang perlakuan pajak atas barang dan jasa dengan lebih membatasi pemberian fasilitas. Selain itu, melalui RUU itu, pemerintah akan mengatur ulang batasan pengusaha kena pajak (PKP) yang saat ini mencapai Rp4,8 miliar.
Merujuk pada Renstra Kementerian Keuangan 2020-2024, unit penanggung jawab penyusunan RUU tentang Pajak atas Barang dan Jasa adalah Badan Kebijakan Fiskal (BKF). Unit terkait yang membantu penyusunan adalah DJP dan Sekretariat Jenderal (Setjen). RUU ditargetkan selesai pada 2021—2024.
Dalam Renstra DJP 2020-2024, DJP melalui Direktorat Peraturan Perpajakan I berencana menyusun 32 aturan turunan setelah RUU tentang Pajak atas Barang dan Jasa ini diundangkan. Sebanyak 32 aturan turunan itu terdiri atas beberapa jenis.
Ada 2 rancangan peraturan pemerintah (RPP), 22 rancangan peraturan menteri keuangan (RPMK), 1 rancangan keputusan menteri keuangan (RKMK), 6 rancangan peraturan dirjen pajak (RPerdirjen), dan 1 rancangan keputusan dirjen pajak (RKepdirjen).
Adapun 2 RPP yang akan disusun antara lain RPP tentang Perubahan Tarif Pajak serta RPP tentang Batasan Nilai Pajak yang Dibayar atas Pembelian Barang Kena Pajak (BKP) yang Dibawa ke Luar Daerah Pabean oleh Orang Pribadi Pemegang Paspor Luar Negeri.
"Sebagai amanat UU, aturan pelaksanaan akan mengatur mengenai perubahan tarif pajak," tulis DJP menjelaskan urgensi pembentukan RPP tentang Perubahan Tarif Pajak.
Dari 22 RPMK yang hendak disusun, terdapat beberapa RPMK yang mencerminkan adanya intensi untuk mengintegrasikan sistem pajak atas barang dan jasa dengan transaksi elektronik.
Beberapa RPMK tersebut antara lain mengenai tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan transaksi elektronik; mengenai insentif atas penyerahan BKP dan/atau jasa kena pajak (JKP) yang dilakukan secara elektronik; hingga mengenai pembuatan cash receipt system dan insentif dari pemanfaatan sistem tersebut. (kaw)