LKPP 2019

Saldo Piutang Pajak Terus Meningkat, DPR Minta DJP Lakukan Ini

Dian Kurniati
Rabu, 26 Agustus 2020 | 16.00 WIB
Saldo Piutang Pajak Terus Meningkat, DPR Minta DJP Lakukan Ini

Gedung DPR/MPR Republik Indonesia. ANTARA FOTO/Fauzan/foc.

JAKARTA, DDTCNews—Sejumlah anggota Komisi XI DPR menyoroti nilai saldo piutang perpajakan yang mencapai Rp94,69 triliun hingga akhir 2019 atau naik 16,22% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp81,47 triliun.

Anggota Komisi XI dari Fraksi PDI-Perjuangan Dolfie OFP mengatakan Ditjen Pajak (DJP) harus lebih gencar menagih piutang pajak demi menambah penerimaan pajak, terutama di tengah pandemi virus Corona atau Covid-19 ini.

"Kalau bisa ditagih ini sudah bisa mengurangi beban SBN (surat berharga negara) kita. Untuk menutup defisit kita. Kalau ini dibiarkan terus enggak tertagih, bisa sampai selesai ini," katanya dalam rapat kerja, Rabu (26/8/2020).

Catatan mengenai saldo piutang perpajakan bruto yang dimasalahkan Dolfie tersebut berasal dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LKPP 2019 yang dibuat oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Dari total saldo piutang perpajakan sebesar Rp96,69 triliun tersebut, sekitar 75% atau sebesar Rp72,63 triliun menjadi kewenangan DJP. Sementara sisanya, yaitu Rp22,06 triliun menjadi kewenangan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC).

Dolfie pun mempertanyakan penyebab saldo piutang perpajakan yang naik tersebut, termasuk upaya yang dilakukan dalam menagih piutang tersebut selama ini. Dia juga mempertanyakan kebijakan pemerintah soal pemutihan piutang pajak.

Senada, Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Demokrat Vera Febyanthy meminta DJP untuk lebih giat menagih piutang pajak. Menurut Vera, hasil penagihan piutang pajak tersebut bisa digunakan untuk memperbesar bantuan sosial kepada masyarakat.

"Sungguh prihatin, Pak. Kinerjanya tolong ditingkatkan. Jangan sampai ini nanti menjadi kebiasaan kedaluwarsa. Ditunggu saja lima tahun sampai kedaluwarsa, selesai. Case closed," ujarnya.

Vera menambahkan DPR selama ini telah memberikan dukungan besar kepada DJP dalam penagihan pajak melalui sejumlah undang-undang perpajakan di antaranya UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perjakan dan UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Selain itu, DJP juga memiliki kewenangan untuk menerbitkan surat peringatan, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, hingga melakukan penyanderaan wajib pajak atau biasa disebut dengan gijzeling. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.