Ilustrasi. Sejumlah buruh berjalan keluar dari pabrik Beesco Indonesia di Karawang, Jawa Barat, Rabu (3/6/2020). Kementerian Ketenagakerjaan meminta para pengusaha merekrut kembali pekerja atau buruh yang terkena PHK dan dirumahkan akibat pandemi COVID-19 dengan harapan dapat mengurangi angka pengangguran dan memperluas kesempatan kerja baru. ANTARA FOTO/M Ibnu Chazarfoc.
JAKARTA, DDTCNews â Fraksi PKS DPR RI menyarankan pemerintah agar menggelontorkan insentif perpajakan untuk masyarakat berpenghasilan di bawah Rp8 juta per bulan.
Hal itu disampaikan Anggota Fraksi PKS Rofik Hananto saat menyampaikan pandangan fraksinya atas RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN TA 2019 yang diajukan pemerintah. Insentif perpajakan tersebut, sambungnya, akan mendorong konsumsi masyarakat.
"Fraksi PKS berpandangan perlu kebijakan perpajakan untuk mendorong konsumsi di masa pandemi bagi masyarakat berpenghasilan sampai dengan Rp8 juta," katanya, Selasa (18/8/2020).
Dia menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia masih sangat bergantung pada sektor konsumsi. Dia lantas merujuk data mengenai porsi konsumsi terhadap produk domestik bruto (PDB) 2019 yang mencapai 56,62%, meningkat dibandingkan pada 2018 yang hanya 55,6%.
Rofik menyebut kondisi itu tidak ideal karena ekonomi nasional terlalu bergantung pada konsumsi. Sementara itu, pengeluaran lain seperti belanja pemerintah hanya berperan 8,75%.
Meski demikian, dia berharap pemerintah tetap memperbesar insentif perpajakan kepada kelompok masyarakat berpenghasilan di bawah Rp8 juta. Rofik berpendapat insentif perpajakan tersebut sangat dibutuhkan masyarakat yang terdampak oleh pandemi.
Namun, dia mengingatkan perlunya reformasi administrasi perpajakan agar insentif perpajakan yang diberikan bisa berdampak sesuai yang diharapkan. Secara bersamaan, dia mengkritik penurunan tax ratio beberapa tahun terakhir.
"Fraksi PKS mendesak pemerintah meningkatkan tax ratio dengan memperluas basis perpajakan, terutama kepada wajib pajak yang berada di luar negeri dan memiliki aktivitas ekonomi di dalam negeri," ujarnya.
Selain itu, Rofik ingin pemerintah mendorong kepatuhan wajib pajak dan meningkatkan kepastian hukum perpajakan. Saran lainnya, dia meminta melakukan efisiensi restitusi dan audit terhadap pajak pertambahan nilai (PPN) yang belum optimal sehingga diharapkan akan mendorong penerimaan PPN. (kaw)