Dosen Akuntansi FEB Universitas Trunojoyo Madura Gita Arasy Harwida saat memaparkan materi dalam webinar series DDTC bertajuk "Riset Dalam Perpajakan”.
JAKARTA, DDTCNews – Ruang untuk peningkatan riset di bidang perpajakan masih terbuka lebar. Pasalnya, hingga saat ini, aktivitas riset dalam perpajakan masih minim karena beberapa aspek.
Dosen Akuntansi FEB Universitas Trunojoyo Madura Gita Arasy Harwida mengatakan eksistensi riset perpajakan relatif muda karena baru diakomodasi pada 2007. Setidaknya, riset perpajakan diakomodasi dalam tujuh jurnal terkait ekonomi, akuntansi, dan keuangan yang sudah terakreditasi.
"Total artikel pada ketujuh jurnal tersebut sebanyak 494 artikel dalam 20 tahun terakhir, sedangkan artikel riset pajak hanya 83 artikel atau 16,8%," katanya dalam webinar bertajuk “Riset dalam Perpajakan', Senin (3/8/2020).
Gita menyebut masih sedikitnya riset perpajakan yang masuk jurnal ilmiah disebabkan tiga faktor. Pertama, minat peneliti yang masih rendah untuk meneliti bidang perpajakan.
Kedua, penelitian ilmiah bidang perpajakan minim karena ketersedian data. Menurutnya, akses data untuk mendukung penelitian relatif sulit didapatkan dari pihak otoritas, baik pada level pemerintah pusat maupun daerah.
Ketiga, persoalan narasumber yang enggan mengungkapkan fakta terkait dengan penelitian perpajakan dengan berbagai alasan, mulai dari hak privat hingga fakta yang bersifat rahasia.
"Jadi, tidak mudah dapatkan data untuk riset perpajakan. Data tingkat pemerintah akan lebih sulit didapat ketimbang data pihak swasta. Namun, sekarang DJP sudah berbenah dengan memberikan alur yang jelas terkait kegiatan penelitian yang membutuhkan data dari DJP," terang Gita.
Selain itu, dia juga menekankan pandemi Covid-19 membuka peluang dan dimensi baru terkait kegiatan riset perpajakan. Gita menuturkan pandemi justru memperkaya pilihan tema atau topik bagi peneliti bidang perpajakan.
Area baru riset perpajakan pada masa pandemi antara lain terkait dengan pertama, kebijakan pajak yang dikeluarkan pemerintah dalam rangka penanggulangan dampak Covid-19.
Kedua, pembatasan sosial melahirkan banyaknya transaksi ekonomi digital. Pada gilirannya, aspek ini menjadi daya tarik tersendiri bagi peneliti untuk mengupas sisi perpajakan dari maraknya transaksi digital.
Ketiga, munculnya keragaman penelitian terkait perilaku wajib pajak. Pembahasan terkait kesadaran dan kepatuhan pajak di masa pandemi menjadi topik yang hangat untuk diangkat dalam penelitian.
"Saat ini banyak muncul tema baru terkait dengan Covid-19 dan itu sudah ada 69 paper ilmiah yang sudah terbit. Jadi, penelitian perpajakan tetap bisa dilakukan secara remote oleh peneliti," imbuhnya.
Adapun webinar ini merupakan seri ketiga dari 14 webinar yang diselenggarakan untuk menyambut HUT ke-13 DDTC yang akan jatuh pada 20 Agustus mendatang. Webinar series ini diselenggarakan bersama 15 perguruan tinggi dari 26 perguruan tinggi yang telah menandatangani kerja sama pendidikan dengan DDTC. (kaw)