Ilustrasi. Warga mengakses layanan film daring melalui gawai di Jakarta, Sabtu (16/5/2020). DJP akan melakukan pungutan PPN sebesar 10% bagi produk digital impor dalam bentuk barang tidak berwujud maupun jasa (streaming music, streaming film, aplikasi, games digital dan jasa daring dari luar negeri) oleh konsumen di dalam negeri mulai 1 Juli 2020. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/hp.
JAKARTA, DDTCNews – Pengusaha meminta pemerintah terus melanjutkan rencana pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) produk digital dari luar negeri. Ini perlu dilakukan meskipun ada investigasi dari Amerika Serikat (AS) terhadap pajak digital beberapa negara, termasuk Indonesia.
Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP Hipmi Ajib Hamdani mengatakan skema pemungutan PPN produk digital yang diamanatkan dalam PMK 48/2020 tidak melanggar aturan perpajakan internasional. Tidak ada gesekan kepentingan antarnegara dalam pemungutan PPN.
“Prinsip dari PPN adalah pajak yang dikenakan pada pertambahan nilai dari barang atau jasa yang dikenakan kepada konsumen," katanya dalam keterangan resmi, dikutip pada Senin (8/6/2020).
Ajib menuturkan konsumen akan menanggung beban pajak atas barang atas jasa yang dikonsumsi di daerah pabean Indonesia. Oleh karena itu, dalam konteks pengenaan PPN, tidak ada sengketa antarnegara karena tergantung tempat konsumen berada.
Situasinya akan jauh berbeda ketika pemerintah menyasar pajak penghasilan (PPh) atau pajak layanan digital (digital service tax/DST). Sejauh ini, Skema pajak digital yang serupa dengan skema DST sudah diadopsi oleh Indonesia melalui Undang-Undang (UU) No.2 Tahun 2020.
Dalam UU tersebut sudah diatur adanya pengenaan pajak transaksi elektronik (PTE). Namun, hingga saat ini pemerintah masih menunggu konsensus global untuk menerapkannya. Konsensus global yang berada di bawah koordinasi OECD dijadwalkan tercapai pada akhir tahun ini.
PTE dikenakan kepada pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, dan/atau penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) luar negeri yang tidak dapat ditetapkan sebagai bentuk usaha tetap (BUT). Simak kamus ‘Apa itu Pajak Transaksi Elektronik?’.
Investigasi dilakukan untuk membuktikan dugaan skema pajak digital sebagai bentuk ketidakadilan pada perusahaan raksasa teknologi, yang kebanyakan berada di AS. Langkah ini sudah pernah dilakukan terhadap pajak layanan digital (digital service tax/DST) di Prancis. Simak artikel ‘Ditekan AS, Prancis Putuskan Tunda Pengenaan Pajak Digital’.
Ajib meminta pemerintah tegas dan konsisten untuk menerapkan PPN PMSE asing. Menurutnya, kebijakan PPN PMSE ini tidak hanya untuk menerapkan fungsi pajak sebagai instrumen pengatur dan membuat keadilan. Kebijakan ini dinilai penting untuk menjaga kedaulatan ekonomi dalam negeri.
"Kebijakan ini merupakan langkah cerdas dengan mengoptimalkan potensi ekstensifikasi pajak sekaligus mendesain level playing field yang sama," ungkapnya.
Ajib menambahkan layanan seperti Netflix dan Spotify juga sudah dilakukan oleh pelaku usaha domestik baik BUMN atau swasta. Pelaku usaha jasa digital dalam negeri tersebut juga sudah dikenakan PPN sehingga aturan yang sama juga seharusnya berlaku bagi PMSE asing.
"Jadi pemerintah harus tegas dan konsisten dalam menerjemahkan fungsi pajak. Tekanan dari luar, termasuk Amerika Serikat, terkesan prematur dan tidak perlu disikapi secara berlebihan," imbuhnya. (kaw)