Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) tengah menyiapkan skema relaksasi kebijakan yang menyasar pajak penghasilan (PPh) pasal 21 karyawan.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan otoritas sedang mempertimbangkan untuk melakukan pengurangan beban PPh 21 via relaksasi komponen biaya atau pengurang. Komponen biaya jabatan menjadi salah satu yang dipertimbangkan.
“Ini sedang dibahas [batasan maksimal biaya jabatan]. Nanti kita sampaikan kalau sudah diputuskan," katanya Kamis (5/3/2020).
Seperti yang diketahui, dalam ketentuan PPh 21, otoritas membuka dua kelompok komponen pengurang penghasilan bruto karyawan dalam satu tahun fiskal. Keduanya adalah biaya jabatan/biaya pensiun serta iuran pensiun atau iuran jaminan hari tua.
Khusus untuk biaya jabatan yang merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, otoritas menetapkan biaya jabatan sebesar 5% dari penghasilan bruto karyawan. Penghitungan biaya jabatan ini disetel dengan nominal rupiah maksimal sebesar Rp500.000 per bulan atau Rp6 juta dalam setahun.
Skema dan tarif sebesar 5% biaya jabatan ini berlaku sama untuk semua level pegawai mulai dari staf hingga direktur utama. Tata cara dari mekanisme biaya jabatan tersebut diatur dalam PMK No.250/2008.
Hestu menyatakan rencana insentif tersebut masih digodok tidak hanya oleh DJP, melainkan juga Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menjadi leading sector dalam perumusan kebijakan yang dikeluarkan oleh Kemenkeu.
"Itu [insentif PPh21] dibahas di Kemenkeu dengan BKF dan lainnya," imbuh Hestu. (kaw)