JAKARTA, DDTCNews - Jumlah wajib pajak yang sengketa pajaknya sudah inkrah bertambah dari 200 menjadi 201 wajib pajak. Tahun ini, pemerintah akan mengejar pembayaran tunggakan pajak dari sederet wajib pajak tersebut.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa melaporkan sudah ada 84 wajib pajak yang telah mencicil utang pajaknya hingga September 2025. Adapun jumlah angsuran pembayaran utang pajak tersebut mencapai Rp5,1 triliun.
"Ada 201 [wajib pajak]. Hingga September, ada 84 wajib pajak yang telah melakukan pembayaran atau angsuran dengan total nilai Rp5,1 triliun. Ini akan kami kejar terus," katanya dalam media briefing di Kantor Kementerian Keuangan, Jumat (26/9/2025).
Dari 201 wajib pajak, lanjut Purbaya, mayoritas ialah wajib pajak badan atau korporasi. Sementara itu, wajib pajak orang pribadi yang menunggak pajak relatif sedikit.
"Jadi, mayoritas dari 200 itu adalah perusahaan ya, bukan perseorangan. Alasannya sederhana, yaitu skala kewajiban pajak yang besar umumnya belum muncul dari aktivitas korporasi," jelasnya.
Purbaya pun menargetkan petugas Ditjen Pajak (DJP) untuk menyelesaikan seluruh penagihan piutang pajak dari keputusan yang sudah inkrah pada akhir tahun 2025.
Sebelumnya, dia menyebutkan bahwa negara berpotensi meraup penerimaan pajak sekitar Rp60 triliun. Nominal itu yang berasal dari utang pajak yang dibayarkan 200 wajib pajak yang putusannya sudah inkrah.
"Kami kejar terus, sampai akhir tahun sudah clear lah. Yang jelas mereka enggak bisa lari lagi sekarang," tegas Purbaya.
Perlu diketahui, DJP berwenang melakukan penagihan utang pajak terhadap wajib pajak yang memperoleh putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap atau inkrah. Adapun putusan tersebut menjadi dasar penagihan pajak.
Ketentuan itu diatur dalam Pasal 18 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) stdd UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Pasal 18 UU KUP menyatakan bahwa Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak.
Selanjutnya, Pasal 20 UU KUP menyatakan atas jumlah pajak yang masih harus dibayar berdasarkan surat-surat di atas, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, yang tidak dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) dilaksanakan penagihan pajak dengan Surat Paksa.
Artinya, penagihan tunggakan pajak terhadap putusan yang sudah inkrah dilaksanakan dengan melayangkan surat paksa kepada wajib pajak bersangkutan. Aturan teknis penagihan menggunakan surat paksa diatur secara terperinci dalam PMK 61/2023. (rig)