JAKARTA, DDTCNews - Wajib pajak yang merupakan penambang aset kripto pada tahun ini masih harus membayar PPh Pasal 22 bersifat final sebesar 0,1% terkait dengan penambangan aset kripto.
Baru mulai tahun pajak 2026, penambang aset kripto wajib melaksanakan kewajiban pajaknya dengan mengacu pada ketentuan umum. Artinya, tarif PPh yang berlaku atas penghasilan penambang aset kripto ialah tarif yang termuat dalam Pasal 17 UU PPh.
"Karena terjadi perubahan rezim dari final menjadi tidak final, khusus untuk PPh mining ini akan berlaku ketentuan yang baru mulai tahun depan," kata Kepala Seksi Peraturan Pemotongan dan Pemungutan PPh II Ditjen Pajak (DJP) Ilmiantio Himawan, dikutip pada Rabu (13/8/2025).
Meski PMK 50/2025 yang merevisi ketentuan PPh atas penambang aset kripto telah berlaku mulai 1 Agustus 2025, ketentuan mengenai pengenaan PPh atas penghasilan yang diterima penambang aset kripto mulai berlaku sejak tahun pajak 2026.
"Sehingga, sejak 1 Agustus 2025 sampai akhir 2025, tarifnya [bagi penghasilan penambang aset kripto] itu masih 0,1% final," ujar Ilmiantio.
Sebagai informasi, penambang aset kripto adalah orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan verifikasi transaksi aset kripto guna memperoleh imbalan berupa aset kripto. Kegiatan penambangan aset kripto bisa dilakukan sendiri atau dalam kelompok melalui mining pool.
Merujuk pada Pasal 24 ayat (1) PMK 50/2025, penghasilan yang diterima penambang aset kripto sehubungan dengan aset kripto bisa berupa:
Dalam hal penambang aset kripto adalah pengusaha kena pajak (PKP), penambang harus memungut dan menyetorkan PPN atas penyerahan JKP berupa jasa verifikasi transaksi aset kripto.
Tarif PPN atas penyerahan tersebut adalah 2,2% atau 20% dikali dengan 11/12 dari tarif PPN yang berlaku. Dasar pengenaan PPN adalah penggantian, yakni nilai uang atas aset kripto yang diterima penambang, termasuk aset kripto yang diterima dari sistem aset kripto. (rig)