Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Anggota Komisi XI DPR Eric Hermawan memberikan beberapa catatan kepada pemerintah terkait dengan rencana penunjukan penyedia marketplace sebagai pemungut pajak.
Eric menilai wajar rencana pemerintah menunjuk penyedia marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 kepada para merchant. Meski demikian, dia menekankan pentingnya sosialisasi yang memadai sebelum kebijakan tersebut diterapkan.
"Seharusnya pemerintah memberikan jeda misalnya 6 bulan atau 1 tahun untuk mensosialisasikan kepada pengusaha platform digital dan juga mengumpulkan beberapa masyarakat yang berdagang di e-commerce, sehingga tidak ada kejutan bagi pedagang e-commerce," katanya, dikutip pada Kamis (3/7/2025).
Eric mengatakan wacana pemungutan pajak sebesar 0,5% terhadap transaksi e-commerce telah sejalan dengan ketentuan pajak bagi pelaku UMKM. Sebagaimana diatur PP 55/2022, UMKM dengan omzet hingga Rp4,8 miliar dapat memanfaatkan rezim PPh final 0,5%. Selain itu, omzet wajib pajak orang pribadi UMKM sampai dengan Rp500 juta dibebaskan dari pengenaan PPh.
Namun, lanjutnya, rencana kebijakan ini perlu disosialisasikan secara menyeluruh kepada penyedia marketplace dan para pedagang di platform digital.
Dia menyebut Komisi XI DPR akan berkomunikasi dengan pemerintah untuk membahas rencana penunjukan penyedia marketplace sebagai pemungut pajak. Menurutnya, kebijakan penunjukan penyedia marketplace sebagai pemungut pajak juga tidak bakal berdampak pada transaksi di platform digital.
"Saya rasa ekonomi digital tidak akan mati dan bahkan bertumbuh pesat. [Tarif pajak] 0,5% saya rasa tidak terlalu besar dan ini menurut saya cukup kompetitif," ujarnya.
Sejalan dengan rencana kebijakan penunjukan penyedia marketplace sebagai pemungut pajak, Eric berharap pemerintah juga memberikan insentif kepada para pedagang di platform digital. Misal, kemudahan akses pinjaman dari program kredit usaha rakyat (KUR) atau skema pembiayaan fleksibel lainnya.
Sebelumnya, DJP menjelaskan rencana penunjukan penyelenggara platform marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 pada dasarnya mengatur pergeseran (shifting) dari mekanisme pembayaran PPh secara mandiri oleh pedagang online, menjadi sistem pemungutan PPh Pasal 22 yang dilakukan oleh marketplace sebagai pihak yang ditunjuk.
Pada prinsipnya, PPh dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak, termasuk dari hasil penjualan barang dan jasa secara online. Kebijakan ini juga tidak mengubah prinsip dasar tersebut, tetapi memberikan kemudahan bagi pedagang dalam memenuhi kewajiban perpajakan.
Menurut DJP, mekanisme penunjukan penyelenggara platform marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 dirancang untuk memberikan kemudahan administrasi, meningkatkan kepatuhan, dan memastikan perlakuan pajak yang setara antarpelaku usaha, tanpa menambah beban atau menciptakan jenis pajak baru.
"Ketentuan ini juga bertujuan untuk memperkuat pengawasan dan menutup celah shadow economy," bunyi pernyataan DJP.
Pada saat ini, saat ini peraturan mengenai penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 masih dalam proses finalisasi di internal pemerintah. (dik)