PRANCIS

Defisit APBN Melebar, Prancis Bakal Pangkas Insentif Pajak

Aurora K. M. Simanjuntak
Senin, 28 April 2025 | 15.00 WIB
Defisit APBN Melebar, Prancis Bakal Pangkas Insentif Pajak

Ilustrasi.

PARIS, DDTCNews - Pemerintah Prancis berencana memangkas insentif pajak lantaran menyebabkan pembengkakan belanja negara dan pelebaran defisit, serta berpotensi membebani negara hingga €85 miliar atau setara Rp1.627 triliun pada 2025.

Menteri Anggaran Prancis Amélie de Montchalin mengatakan pemangkasan insentif pajak lebih baik ketimbang menaikkan tarif pajak untuk menutup defisit APBN. Ia pun menyebut defisit terus meningkat dan menyentuh Rp2.981 triliun pada 2024.

"Pemerintah akan mempertimbangkan untuk memangkas beberapa dari 467 insentif pajak Prancis, terutama yang menguntungkan kurang dari 100 pembayar pajak," ujarnya, dikutip pada Senin (28/4/2025).

Montchalin beranggapan lebih baik memiliki penerimaan pajak yang potensial meski tarifnya rendah, dibandingkan tarif tinggi tapi harus memberikan keringanan pajak terus-terusan.

Da menilai penerimaan pajak bakal lebih optimal jika pemerintah menutup memperkecil pemberian insentif. Bahkan, menurutnya, memangkas insentif sebesar 10% pada wajib pajak pribadi akan meringankan beban negara hingga €8 miliar.

"Saat ini kita akan lihat [insentif pajak] mana yang tidak efektif, yang hanya menguntungkan segelintir orang, dan mana yang kebijakan lama karena menyesuaikan perekonomian 15-30 tahun lalu," kata Montchalin.

Meski belanja dan defisit APBN meningkat, Montchalin menegaskan pemerintah tidak berencana membebani masyarakat dengan mengerek tarif PPh wajib pajak orang pribadi dan badan.

Lebih lanjut, dia menyampaikan lembaga audit Prancis melaporkan ada ketimpangan antara realisasi dan proyeksi pendapatan pada APBN 2024, yang nilainya mencapai €22,5 miliar.

Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Prancis menemukan penerimaan pajak naik sedikit dari 2023. Kenaikan itu ditopang program penghapusan tarif listrik dan gas alam. Namun kinerjanya lebih rendah dari yang ditargetkan, yaitu €325,7 miliar.

Sementara itu, belanja perpajakan (tax expenditure) meningkat dari €82,92 miliar pada 2023 menjadi €83,29 miliar pada 2024. Angka ini diperkirakan bakal meningkat hingga mencapai €85,1 miliar pada 2025.

"Belanja perpajakan tersebut memakan porsi seperempat dari total penerimaan pajak bersih pada tahun 2024," kata BPK Prancis.

BPK juga menemukan insentif pajak selama ini tidak signifikan mendorong penerimaan. Contohnya, ada 16 jenis belanja perpajakan yang hanya menyumbang pendapatan negara senilai €100 per rumah tangga, padahal menelan biaya hingga €2,2 miliar.

Selain itu, BPK memverifikasi porsi penerima manfaat yang mendapatkan keringanan pajak hanya sebesar 44%. Data ini menimbulkan pertanyaan mengenai kelayakan program tersebut dilanjutkan atau tidak.

Sejalan dengan data itu, lembaga audit merekomendasikan pemerintah untuk mengintegrasikan belanja perpajakan, terutama pemberian keringanan PPN. Selain itu, BPK juga mengusulkan penetapan batas bawah insentif pajak supaya mencegah belanja baru terus menerus.

"Selain itu, pemerintah harus mengkaji belanja perpajakan guna menghilangkan belanja yang memiliki sedikit penerima manfaat atau keuntungan rendah per penerima manfaat, serta menjadwalkan evaluasi belanja pajak utama untuk tahun 2027," ulas BPK dilansir Tax Notes International. (dik)

Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?
Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel dan dapatkan berita pilihan langsung di genggaman Anda.
Ikuti sekarang! Klik tautan: link.ddtc.co.id/WACDDTCNews

Editor : Dian Kurniati
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.