Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Bea Cukai (DJBC) kembali mengimbau masyarakat untuk waspada akan penipuan yang mengatasnamakan DJBC.
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai Budi Prasetiyo menyebut penipuan yang mengatasnamakan Bea Cukai kerap menggunakan modus online shop fiktif. Umumnya, pelaku menawarkan barang pada media sosial Facebook dan Instagram dengan harga jauh di bawah pasaran untuk memperdaya calon korban.
Setelah terjadi transaksi jual-beli, oknum pelaku lainnya menghubungi korban mengaku sebagai petugas DJBC dan menyatakan bahwa barang tersebut ilegal. Kemudian, pelaku yang mengaku petugas DJBC akan meminta korban mentransfer sejumlah uang ke rekening pribadi pelaku dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya.
"Kami pastikan bahwa petugas Bea Cukai tidak menghubungi pengguna jasa secara langsung, dan seluruh pembayaran resmi terkait kepabeanan menggunakan kode billing yang langsung masuk ke kas negara, tidak pernah melalui rekening pribadi,” tegasnya, dikutip pada Jumat (18/4/2025).
Budi mengatakan modus tersebut mayoritas juga disertai dengan ancaman penangkapan oleh pihak berwajib, penjara, atau denda dengan nominal yang sangat besar, apabila korban tidak mentransfer sejumlah uang.
Padahal, DJBC tidak pernah menghubungi pengguna jasa secara langsung, terlebih untuk meminta pembayaran melalui transfer pribadi. Untuk itu, masyarakat perlu berhati-hati terutama apabila transaksi jual beli tersebut dilakukan tanpa melalui aplikasi e-commerce.
"Pola ini memperbesar risiko penipuan karena transaksi dilakukan di luar platform yang memiliki sistem perlindungan konsumen, sehingga menyulitkan pelacakan dan pengembalian dana jika terjadi kerugian atau penipuan," sebut Budi.
Budi juga menjelaskan modus penipuan melalui belanja online merupakan salah satu yang masih sering terjadi dan terus menelan korban. Hal ini terutama karena banyak masyarakat yang tergiur oleh penawaran harga murah tanpa memeriksa legalitas toko atau kanal transaksi yang digunakan.
Sementara itu, modus penipuan dengan mencatut profil pegawai DJBC, lengkap dengan foto berseragam, merupakan upaya manipulatif untuk menimbulkan kesan resmi dan menekan psikologis korban agar mudah percaya dan membayarkan sejumlah uang.
"Modus ini memanfaatkan rendahnya pemahaman publik terhadap prosedur resmi dan berpotensi merusak citra serta kredibilitas institusi," tambahnya.
Menurut data DJBC hingga Februari 2025, pengaduan kasus penipuan menunjukkan tren kenaikan dari sisi jumlah pengaduan yang diterima. Pada Februari 2025, DJBC menerima 654 pengaduan atau naik 9% dibandingkan dengan jumlah pengaduan pada Januari 2025, yaitu sebanyak 598.
Menurut Budi, modus penipuan terbanyak selama Februari adalah online shop fiktif dengan jumlah 342 kasus. Budi menguraikan 3 langkah yang harus dilakukan jika menemukan indikasi penipuan mengatasnamakan DJBC.
Pertama, jangan panik dan jangan langsung mentransfer uang. Kedua, verifikasi informasi melalui kanal resmi Bea Cukai, seperti Contact Center Bravo Bea Cukai 1500225, atau media sosial @beacukaiRI. Ketiga, laporkan ke pihak kepolisian dengan membawa bukti-bukti yang ada.
“Kami berharap, dengan semakin meningkatnya kewaspadaan masyarakat akan modus dan ciri-ciri penipuan mengatasnamakan Bea Cukai, jumlah korban dan kerugian dapat diminimalisasi. Tetap waspada, verifikasi setiap informasi, dan jangan ragu untuk melaporkan indikasi penipuan!” tutup Budi, seperti dilansir laman resmi DJBC. (sap)
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?
Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel dan dapatkan berita pilihan langsung di genggaman Anda.
Ikuti sekarang! Klik tautan: link.ddtc.co.id/WACDDTCNews