Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – PMK 118/2024 mengatur batas waktu pemberian surat keterangan mengenai hal yang menjadi dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, serta pemotongan atau pemungutan pajak, dalam rangka pengajuan keberatan.
Berdasarkan Pasal 12 ayat (3) PMK 118/2024, direktur jenderal (dirjen) pajak wajib menyampaikan surat keterangan tersebut maksimal 1 bulan sejak tanggal permohonan diterima. Permohonan dalam konteks ini mengacu pada permintaan keterangan dari wajib pajak untuk keperluan pengajuan keberatan.
“Dirjen pajak menyampaikan surat keterangan ... dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterima permohonan,” bunyi Pasal 12 ayat (3) PMK 118/2024, dikutip pada Senin (20/1/2024).
Sesuai dengan ketentuan, wajib pajak yang ingin mengajukan keberatan dapat meminta keterangan mengenai hal yang menjadi dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, serta pemotongan atau pemungutan pajak yang telah ditetapkan, kepada dirjen pajak.
Wajib pajak dapat meminta keterangan tersebut dengan mengajukan permohonan melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar. Atas permintaan tersebutlah, dirjen pajak harus menyampaikan surat keterangan dalam jangka waktu maksimal 1 bulan sejak tanggal diterimanya permohonan.
Perlu diperhatikan, pemberian keterangan oleh dirjen pajak atas permohonan wajib pajak tersebut tidak menambah jangka waktu pengajuan keberatan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat (4) PMK 118/2024.
Adapun PMK 118/2024 berlaku mulai 1 Januari 2025. Berlakunya, PMK 118/2024 sekaligus mencabut sejumlah peraturan terdahulu di antaranya PMK 9/2013 s.t.d.d PMK 202/2015 yang mengatur tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan.
Apabila disandingkan, PMK 9/2013 s.t.d.d PMK 202/2015 belum mengatur batas waktu pemberian surat keterangan tersebut. Adapun Pasal 10 PMK 9/2013 hanya mengatur hak permintaan keterangan dari wajib pajak kepada dirjen pajak, tetapi tidak menyebut batas waktu pemberiannya.
Sebagai informasi, hak untuk meminta keterangan mengenai dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, atau pemotongan atau pemungutan pajak yang telah ditetapkan, sudah dijamin dalam Pasal 25 ayat (6) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
Berdasarkan penjelasan Pasal 25 ayat (6) UU KUP, hak tersebut diberikan agar wajib pajak dapat menyusun keberatan dengan alasan yang kuat. Untuk itu, dirjen pajak berkewajiban untuk memenuhi permintaan tersebut. (sap)