Ilustrasi. Gedung Ditjen Pajak.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menegaskan pemerintah akan menjaga transparansi pengelolaan uang pajak di tengah rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12%.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan pajak, termasuk PPN, yang dikumpulkan oleh pemerintah pusat merupakan bagian dari APBN. Melalui APBN, pemerintah dapat membelanjakan uang pajak untuk kepentingan rakyat.
"Mengenai transparansi dan bagaimana kemudian pajak itu digunakan, pastinya apapun yang kami dapatkan dari pembayaran pajak itu dikembalikan kepada masyarakat," katanya, dikutip pada Rabu (4/12/2024).
Dwi menuturkan kebijakan kenaikan tarif PPN menjadi 12% telah didahului dengan kajian ilmiah dan proses yang panjang di DPR. Kenaikan tarif PPN tersebut lantas ditetapkan dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Sebagaimana diatur dalam UU PPN s.t.d.t.d UU HPP, tarif PPN dari 10% menjadi 11% berlaku mulai 1 April 2022. Kemudian, tarif PPN tersebut akan dinaikkan kembali menjadi 12% paling lambat pada 1 Januari 2025.
Selain tarif, UU HPP juga mengatur pemberian fasilitas pembebasan PPN seperti pada bahan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan jasa keuangan. Hal ini dilakukan untuk menahan dampak kenaikan tarif PPN pada daya beli masyarakat.
Dalam UU HPP, pemerintah juga memberikan berbagai relaksasi pajak kepada masyarakat dan dunia usaha. Misal, penurunan tarif PPh badan dari 25% menjadi 22%, perluasan lapisan penghasilan kena pajak yang dikenai tarif 5%, serta omzet tidak kena pajak senilai Rp500 juta pada wajib pajak orang pribadi UMKM.
Dari pajak yang dikumpulkan dari masyarakat, lanjut Dwi, pemerintah berupaya menjaga daya beli masyarakat melalui pemberian berbagai bantuan sosial dan subsidi
Untuk itu, sambungnya, pajak memiliki manfaat besar untuk melaksanakan pembangunan. Dia pun berharap masyarakat turut berpartisipasi dalam pembangunan tersebut dengan membayar pajak.
"Membayar pajak berarti juga adalah bukti kegotongroyongan bagaimana kita membangun bangsa," ujarnya. (rig)