Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mendorong pemerintah Indonesia untuk mengenakan pajak yang lebih besar atas kendaraan yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM).
Dalam dokumen OECD Economic Survey of Indonesia 2024 disebutkan bahwa tambahan penerimaan yang diterima dari tarif pajak yang lebih besar atas kendaraan motor konvensional bakal bisa langsung digunakan untuk mendanai pemberian insentif fiskal atas pembelian mobil listrik.
"Rechanneling pajak atas pembelian kendaraan bermotor dengan emisi tinggi menjadi insentif pembelian kendaraan bermotor listrik sudah berhasil diterapkan di beberapa negara, seperti Prancis, Thailand, dan Singapura," jelas OECD, dikutip pada Kamis (28/11/2024).
Menurut OECD, salah satu kelemahan dari insentif atas pembelian mobil listrik ialah insentif tersebut cenderung dinikmati oleh rumah tangga berpenghasilan tinggi.
Untuk itu, pemerintah perlu mengkaji pemberian insentif khusus untuk rumah tangga berpenghasilan rendah. Salah satu insentif yang bisa dipertimbangkan ialah subsidi atas sewa kendaraan bermotor listrik oleh rumah tangga berpenghasilan rendah.
Selain itu, pemerintah bisa memberikan subsidi kredit guna menekan upfront cost atas pembelian kendaraan listrik dan mendorong lembaga keuangan untuk memberikan pembiayaan atas pembelian kendaraan listrik. Adapun insentif ini telah diterapkan oleh Skotlandia.
Sebagai informasi, pemerintah Indonesia saat ini telah memberikan beragam insentif pajak untuk meningkatkan kepemilikan kendaraan bermotor listrik di antaranya menurunkan tarif PPN dari 11% ke 1% serta menghapuskan PPnBM atas pembelian mobil listrik.
Meski begitu, kepemilikan kendaraan bermotor listrik di Indonesia masih tergolong rendah. Dari total mobil yang terjual pada 2022, hanya 2% saja yang merupakan mobil listrik. (rig)