Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Publik masih menunggu kepastian kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%. Kabar terbaru, ada sinyal dari pemerintah bahwa kebijakan tersebut akan ditunda. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan oleh media nasional pada hari ini, Kamis (28/11/2024).
Media arus utama seperti Kontan dan kompas.com misalnya, mengulas pernyataan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan yang bilang bahwa kenaikan tarif PPN berpotensi diundur. Bahkan dia dengan cukup tegas mengatakan kebijakan itu hampir pasti diundur.
Luhut mengungkapkan latar belakang di balik pernyataannya itu. Menurutnya, opsi pengunduran kenaikan tarif PPN terbuka seiring dengan masih lemahnya daya beli masyarakat. Kondisi itu membuat pemerintah lebih memilih untuk memberikan insentif terlebih dulu, ketimbang langsung menaikkan tarif PPN.
Merespons situasi yang ada, pemerintah pun berencana untuk menggelontorkan bantuan sosial bagi masyarakat kelas menengah. Bansos diguyur sebagai dorongan oleh pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat.
"Hampir pasti diundur, biar dulu jalan tadi yang ini [stimulus]. Nanti biar dirapatkan dulu, presiden memutuskan," ujar Luhut.
Selain bansos, pemerintah juga merancang pemberian stimulus berupa subsidi listrik. Menurut Luhut, pemerintah memiliki ruang fiskal yang cukup untuk mendanai subsidi listrik tersebut.
"Harus diberikan stimulus kepada rakyat yang ekonominya susah. Ini lagi dihitung 2-3 bulan supaya jangan jatuh," kata Luhut.
Seperti diketahui, tarif PPN bakal naik menjadi 12% paling lambat pada 1 Januari 2025 sesuai dengan UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Meski dijadwalkan naik, pemerintah sesungguhnya berwenang untuk menurunkan tarif menjadi serendah-rendahnya menjadi 5% ataupun menaikkannya menjadi maksimal sebesar 15%. Kewenangan tersebut termuat dalam Pasal 7 ayat (3) UU PPN.
Selain bahasan mengenai kenaikan tarif PPN, ada pula pemberitaan lain yang diangkat oleh media-media nasional pada hari ini. Di antaranya, kembalinya perekonomian Indonesia ke kondisi sebelum pandemi Covid-19, gentingnya upaya menaikkan tax ratio RI, hingga update penyusunan upah minimum provinsi (UMP).
Ditjen Pajak (DJP) mengingatkan wajib pajak dapat turut mengawasi kebijakan pajak serta uang pajak yang dibelanjakan pemerintah.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan pemerintah telah memiliki banyak pertimbangan dalam setiap pembuatan kebijakan, termasuk soal kenaikan tarif PPN menjadi 12%. Dalam pelaksanaannya, wajib pajak juga bisa ikut mengawasi penggunaan uang pajak tersebut.
Dwi juga mengatakan kebijakan kenaikan tarif PPN menjadi 12% telah didahului dengan kajian ilmiah, dibahas secara komprehensif, serta ditetapkan melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) sejak 2021. (DDTCNews)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan tanggapan terkait dengan laporan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) terbaru, yaitu OECD Economic Survey of Indonesia 2024.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan OECD melalui survei terbarunya tersebut telah memberikan pandangan dan rekomendasi yang bisa menjadi bahan pertimbangan bagi Indonesia dalam melakukan perbaikan.
Menurut Sri Mulyani, OECD Economic Survey of Indonesia 2024 menunjukkan Indonesia berhasil mempertahankan ekonomi domestik di tengah ketidakpastian global. Hal ini adalah berkat kebijakan fiskal dan moneter yang hati-hati serta berlanjutnya reformasi struktural. (DDTCNews)
OECD mendorong Indonesia untuk segera meningkatkan rasio perpajakan (UM) dalam rangka mengimbangi peningkatan belanja. Bila kenaikan tax ratio tidak berbanding lurus dengan peningkatan belanja dan pertumbuhan ekonomi nasional, OECD memperkirakan rasio utang Indonesia berpotensi naik 6 poin persentase pada 2045.
Secara terperinci, OECD mencatat rasio utang Indonesia pada 2024 sebesar 43,87%. Jika tax ratio tetap stagnan dan perekonomian tidak tumbuh lebih tinggi, rasio utang Indonesia pada 2045 berpotensi mencapai 49,38%.
Sebaliknya, apabila Indonesia mampu meningkatkan tax ratio dan pertumbuhan ekonomi maka rasio utang Indonesia diperkirakan turun dari 43,87% pada 2024 menjadi 31,26% pada 2045. (DDTCNews)
Pemerintah resmi memutuskan untuk menurunkan harga tiket pesawat penerbangan domestik selama 16 hari, sejak 19 Desember 2024 hingga 3 Januari 2025. Pemangkasan harga tiket rata-rata adalah Rp157.500.
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono menyampaikan keyakinannya bahwa kebijakan ini akan berdampak positif secara jangka panjang, terutama menggerakkan ekonomi kreatif. Konsumsi domestik juga bisa terdongkrak selama libur Natal dan Tahun Baru 2025.
Juru Bicara Kementerian Perhubungan Elba Damhuri mengatakan harga tiket diturunkan setelah ada pemotongan terhadap sejumlah elemen penentu harga tiket pesawat seperti biaya kebandarudaraan, avtur, dan fuel surcharge (biaya tambahan fluktuasi bahan bakar). (Harian Kompas)
Upah Minimum Provinsi (UMP) belum ditentukan hingga kini. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengusulkan kepada pemerintah utnuk menetapkan UMP 2025 secara bipartit, yakni kesepakatan antara pekerja dan perusahaan.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azam mengatakan langkah itu diperlukan untuk menyikapi penetapan UMP yang hingga kini belum jelas aturannya.
"Kami sebenarnya ingin mendorong upah bipartit, karena yang paling tahu maju dan mundurnya perusahaan yang perusahaan itu dan serikat pekerjanya," kata Bob. (Bisnis Indonesia) (sap)